Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/10/2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Saat krisis iklim semakin mendesak untuk diselesaikan, transisi energi ke sumber terbarukan menjadi semakin kuat digaungkan.

Transisi energi menjadi salah satu upaya penting untuk mengatasi perubahan iklim yang semakin parah.

Pada 2020, emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan di seluruh dunia mencapai 47,06 juta ton karbon dioksida ekuivalen menurut Our World In Data.

Dari jumlah tersebut, sektor energi menyumbang 73,2 persen emisi GRK yang disebabkan pembakaran bahan bakar fosil.

Sehingga, tak mengherankan jika dunia menyoroti agar energi harus bertransisi dari energi fosil.

Akan tetapi, sekadar bertransisi saja tidak akan efektif. Transisi energi juga harus adil.

Baca juga: Muhammadiyah Luncurkan Buku Fikih Transisi Energi Berkeadilan, Jadi Panduan Praktis dan Moral

Pengertian

Lembaga nirlaba Oxfam mendefinisikan transisi energi berkeadilan sebagai menyetop penggunaan bakan bakar fosil diiringi dengan asas keadilan ekonomi, ras, dan gender.

Sementara itu, Natural Resource Governance Institute (NRGI) menyebut transisi energi berkeadilan juga harus ditujukan untuk mengatasi kemiskinan serta ketidakadilan sosial, sekaligus menanggulangi dampak krisis iklim dan degradasi lingkungan.

Sehingga, transisi energi bukan sekadar beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, melainkan juga memperhatikan aspek sosial.

Menurut sejumlah organisasi masyarakat sipil di Indonesia, transisi energi berkeadilan adalah menggantikan pola penyediaan energi yang ekstraktif dan sentralistik menjadi regeneratif dan demokratis.

Pemerintah juga dituntut memastikan transisi energi berkeadilan menghasilkan pembangunan berkelanjutan dan inklusif dengan mengutamakan masyarakat.

Baca juga: Transisi Energi Berkeadilan Ciptakan 96.000 Lapangan Kerja di 3 Provinsi Batu Bara

Strategi

Oxfam menyebutkan, ada sejumlah strategi yang perlu diterapkan untuk mendorong transisi energi berkeadilan.

Beberapa strategi yang diusulkan lembaga tersebut antara lain:

  • Memungut pajak yang adil bagi perusahaan-perusahaan dan miliarder yang menghasilkan emisi tinggi untuk membantu membiayai transisi menuju energi terbarukan
  • Meminta pertanggungjawaban negara-negara kaya penghasil emisi tertinggi melalui pendanaan aksi iklim dalam mendukung negara-negara berpendapatan rendah
  • Memberikan pendapatan harian minimum kepada semua orang yang hidup dalam kemiskinan sambil tetap mengurangi emisi global sebesar 10 persen melalui distribusi ulang pendapatan global
  • Memperluas undang-undang perlindungan lingkungan yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat di atas keuntungan perusahaan-perusahaan energi
  • Menjadikan solusi energi bersih terjangkau
  • Mencapai akses energi universal dengan berinvestasi dalam distribusi solusi energi dan peningkatan utilitas energi

Sedangkan di Indonesia, sejumlah organisasi masyarakat sipil meminta agar pelaksanaan transisi energi berkeadilan menerapkan lima prinsip utama.

Kelima prinsip tersebut adalah:

  • Akuntabel, transparan, dan partisipatif
  • Penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi manusia (HAM)
  • Keadilan ekologis
  • Keadilan ekonomi
  • Transformatif

Baca juga: Transisi Energi Berkeadilan di RI Butuh Konteks dan Konsep yang Jelas

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau