Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Kompas.com, 11 Oktober 2024, 21:35 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai, sistem ekonomi restoratif cocok diterapkan di Indonesia. Sebab, sistem ini dapat memberikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan lingkungan. 

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudistira mengatakan, sejauh ini, belum ada sistem ekonomi yang berhasil mewujudkan pemerataan dan kemakmuran di Indonesia. 

Padahal, Indonesia sejak awal merdeka telah berupaya membangun perekonomian dengan berbagai sistem. Mulai dari imaji ekonomi warisan undang-undang dasar yang sangat sosialis sampai ke upaya membuka keran besar bagi modal asing. 

Baca juga: Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

"Sudah saatnya Indonesia menemukan kekuatannya sendiri, tanpa mengikuti model ekonomi mainstream," ujar Bhima dalam peluncuran buku Ekonomi Era Krisis Iklim, di Jakarta, Kamis (10/10/2024). 

Dalam studinya, CELIOS mendefinisikan ekonomi restoratif sebagai model ekonomi yang bertujuan memulihkan ekosistem terdegradasi untuk mendapatkan kembali fungsi ekologis dan menyediakan barang serta jasa yang bernilai bagi masyarakat

“Kalau pemerintah tidak akui ini model ekonomi yang Indonesia banget dan proven, inilah kerugian kita,” tegas Bhima dalam pernyataan tertulis.

Menurutnya, model ekonomi Indonesia yang terbukti berhasil tahan terhadap krisis, seperti krisis moneter 1998 dan pandemi COVID-19, adalah ekonomi yang tumbuh dari masyarakat lokal dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Inilah wujud ekonomi yang tak hanya memeratakan kesejahteraan, tapi juga memulihkan alam karena menghindar dari upaya-upaya ekstraksi besar-besaran seperti penambangan dan perkebunan monokultur yang masif," tambah Bhima. 

Baca juga: Pemerintah Sebut Peran Pekerjaan Perawatan Dukung Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi ekstraktif bukan solusi

Bhima juga mempertanyakan model ekonomi ekstraktif yang dianggap solutif oleh sebagian pihak.

Menurut hasil penelitian CELIOS, desa yang memiliki basis pendapatan ekstraktif dari penambangan misalnya, cenderung susah mendapatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Lebih parah lagi, ketergantungan pada komoditas seperti nikel dan batubara, yang harganya fluktuatif can cenderung terus menurun, membuat ekonomi Indonesia rentan dikendalikan oleh eksternal.

"Ekonomi ekstraktif tidak hanya destruktif, tetapi juga merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat," tegas Bhima. 

Sementara, pengamat ekonomi Harryadin Mahardika menjelaskan dilema Indonesia memilih model ekonomi.

"Indonesia ingin industrialisasi, tetapi kenyataannya tidak mudah karena sudah tertinggal dari efisiensi industri Cina, India atau Vietnam," kata dia. 

Oleh karena itu, Indonesia saat ini tampak mengejar kekayaan dengan strategi ekstraksi sumber daya dan hilirisasi. Menurut dia, ini adalah langkah pragmatis tapi realistis dari pemerintahan Joko Widodo yang segera berlalu.

Baca juga: Pemerintah Jadi Pendorong Utama Model Ekonomi Sirkular

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kemenhut: Perambahan Ilegal Habitat Gajah di TN Kerinci Seblat Capai 4 Ha
Kemenhut: Perambahan Ilegal Habitat Gajah di TN Kerinci Seblat Capai 4 Ha
Pemerintah
Menyelamatkan Burung Laut, Menyelamatkan Lautan
Menyelamatkan Burung Laut, Menyelamatkan Lautan
LSM/Figur
Kota Global Butuh 105 Miliar Dollar AS untuk Pendanaan Proyek Iklim
Kota Global Butuh 105 Miliar Dollar AS untuk Pendanaan Proyek Iklim
Pemerintah
Target Berbasis Sains Tingkatkan Hubungan Korporasi dengan Investor Secara Signifikan
Target Berbasis Sains Tingkatkan Hubungan Korporasi dengan Investor Secara Signifikan
Pemerintah
Trend Asia: Indonesia Bermuka Dua soal Iklim, Janji Manis ke Dunia, Ingkari Warganya
Trend Asia: Indonesia Bermuka Dua soal Iklim, Janji Manis ke Dunia, Ingkari Warganya
LSM/Figur
Lembaga Ini Sebut Pengoperasian 20 PLTU di Indonesia Sebabkan 156.000 Kematian Dini
Lembaga Ini Sebut Pengoperasian 20 PLTU di Indonesia Sebabkan 156.000 Kematian Dini
LSM/Figur
Kapasitas Listrik dari Pembangkit Tenaga Angin Lepas Pantai Naik 3 Kali Lipat pada 2030
Kapasitas Listrik dari Pembangkit Tenaga Angin Lepas Pantai Naik 3 Kali Lipat pada 2030
LSM/Figur
Algoritma Medsos Semakin Tentukan Isu Publik yang Dianggap Penting
Algoritma Medsos Semakin Tentukan Isu Publik yang Dianggap Penting
LSM/Figur
Bersihkan Kawasan Mandalika, ITDC Tangani 7,2 Ton Sampah Kiriman di Pantai Tanjung Aan
Bersihkan Kawasan Mandalika, ITDC Tangani 7,2 Ton Sampah Kiriman di Pantai Tanjung Aan
BUMN
Polusi Udara dari Bahan Bakar Fosil Sebabkan 2,52 Juta Kematian
Polusi Udara dari Bahan Bakar Fosil Sebabkan 2,52 Juta Kematian
LSM/Figur
Ini Hitungan Kerugian Ekonomi yang Terjadi di Indonesia akibat Krisis Iklim
Ini Hitungan Kerugian Ekonomi yang Terjadi di Indonesia akibat Krisis Iklim
Pemerintah
Bukan dari Aspirasi Petani, Kebijakan Pertanian Sulit Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Bukan dari Aspirasi Petani, Kebijakan Pertanian Sulit Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Lebat Disertai Petir Bakal Landa Sejumlah Wilayah
BMKG Perkirakan Hujan Lebat Disertai Petir Bakal Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Pemerintah
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau