JAKARTA, KOMPAS.com - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia, dibutuhkan lahan sebesar 5,4 miliar hektar. Namun, saat ini dunia baru memiliki 5,1 miliar hektar.
Artinya, kata dia, dibutuhkan tambahan 300 juta hektar lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia.
"Kalau kita berusaha untuk memenuhi pangan dunia, berarti harus membuka 300 juta hektar (lahan)," ujar Arif pada diskusi Synergizing Law, Investment and Risk Management in Energy Transition Era dalam acara Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Baca juga: Keanekaragaman Tanaman Pertanian Bisa Tingkatkan Penyerapan Karbon oleh Tanah
Untuk mengatasi hal tersebut, ia mengatakan ada beberapa solusi yang harus dilakukan, yakni ekstensifikasi, proteksi, dan intensifikasi lahan.
Untuk tebu, misalnya, pemerintah dapat meningkatkan produktivitas secara signifikan ketika lahan berkurang melalui intensifikasi lahan. Dengan begitu, produktivitas bisa naik berkali lipat dan bisa memenuhi kebutuhan pangan dan energi.
Ia berharap bahwa pemerintah pusat dapat melakukan pemetaan hasil tata ruang di daerah-daerah yang dinilai sudah potensial untuk pertanian. Daerah tersebut, diminta untuk tidak dilakukan konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian.
"Jadi ekstensifikasi, proteksi, dan intensifikasi itu tiga instrumen yang harus dilakukan," imbuh Arif.
Baca juga: Keanekaragaman Tanaman Pertanian Bisa Tingkatkan Penyerapan Karbon oleh Tanah
Masih dari sisi proteksi, ia menegaskan bahwa tantangannya adalah keberanian pemerintah. Sebab, dalam aturan yang berlaku, masih ada celah untuk konversi, salah satunya terkait kabupaten menyisakan 20 persen untuk lahan pertanian.
"Jadi seolah-olah kalau kabupaten sudah punya 40 persen lahan pertanian, boleh mengonversi 20 persen. Itu ada pasal yang menurut saya perlu direvisi bahwa ada batas minimum 20 persen, itulah membuat orang yang mempunyai 50 persen, ya 30 persen dikonversi aja, toh batasnya 20 persen. Padahal mengkonversi 20 persen itu sesuatu sekali untuk pertanian kita," papar Arif.
Ia menilai bahwa salah satu investasi yang dapat dilakukan untuk mendorong transisi energi di sektor pertanian, salah satunya adalah investasi pada riset.
Baca juga: Dorong Pertanian Hortikultura Berkelanjutan dengan Biopestisida dan Biostimulan
Sebab, riset menjadi dasar utama dilakukannya upaya-upaya seperti inovasi maupun produktivitas di lahan pertanian.
"Menurut saya, investasi yang harus dilakukan pertama mau tidak mau soal riset. Karena riset kita dananya masih sangat rendah dibandingkan negara-negara lain. Karena riset itu basis untuk apapun, termasuk untuk inovasi, kemudian untuk meningkatkan produktivitas, semua bertumbuh pada riset," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya