KOMPAS.com - Para ahli internasional di bidang kedokteran darurat telah memperingatkan bahwa perubahan iklim kemungkinan akan berdampak signifikan pada layanan medis darurat di seluruh dunia.
Meskipun demikian, hanya sedikit negara yang telah menilai skala dampaknya atau memiliki rencana untuk mengatasinya.
Temuan tersebut didapat dari survei tentang kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap perubahan iklim yang diselesaikan oleh 42 kelompok yang terdiri dari ahli dalam kedokteran darurat, perawatan pra rumah sakit, dan kedokteran bencana di 36 negara di 13 wilayah PBB.
Baca juga: Perubahan Iklim Segera Masuk Kurikulum Pendidikan Indonesia
"Dampak perubahan iklim pada layanan medis darurat bisa jadi lebih tinggi daripada sistem kesehatan global," kata Luis Garcia Castrillo, seorang profesor kedokteran darurat di Rumah Sakit Marqués de Valdecilla, Santander, Spanyol, yang kini telah pensiun.
Sayangnya, seperti dikutip dari Medicalxpress, Selasa (15/10/2024) hanya 21 persen negara yang melaporkan adanya layanan medis darurat untuk dampak perubahan iklim dan hanya 38 persen yang melaporkan tindakan untuk mempersiapkan dampak perubahan iklim.
"Sungguh mengejutkan betapa kurangnya kesadaran di banyak negara, serta di antara masyarakat kedokteran darurat. Beberapa negara tampaknya tidak peduli sama sekali. Namun, hal ini akan memengaruhi negara-negara kaya dan miskin," tulis para penulis studi yang dipublikasikan di European Journal of Emergency Medicine.
Baca juga: Akibat Krisis Iklim, Risiko Tabrakan Hiu Paus dengan Kapal Semakin Tinggi
Dr. Roberta Petrino, direktur Departemen Gawat Darurat di Ente Ospedaliero Cantonale, Lugano, Swiss yang juga merupakan penulis studi pun mengungkapkan perubahan iklim merupakan keadaan darurat kesehatan sehingga tindakan untuk mengurangi dampaknya penting.
Ia pun menyebut perlunya memperkuat layanan kedokteran darurat, program pendidikan bagi mahasiswa kedokteran dan dokter kedokteran darurat, serta penelitian.
Pasalnya menurut studi ini ada tiga risiko utama teratas yang akan dihadapi masyarakat karena perubahan iklim.
Tiga risiko utama teratas adalah polusi, banjir, dan gelombang panas. Tiga risiko minor adalah cuaca dingin, kebakaran hutan, dan penyakit yang ditularkan melalui vektor, seperti malaria.
Hal tersebut nantinya diperkirakan akan membuat peningkatan permintaan terhadap layanan medis darurat.
Pendidikan dan persiapan rencana strategis adalah tindakan terpenting yang diperlukan untuk mengurangi risiko.
Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Eksistensi Olahraga Ski
Analisis data berdasarkan wilayah menunjukkan pula bahwa perubahan iklim diperkirakan akan berdampak lebih besar di Australasia, dan negara-negara di Eropa Timur, Asia Selatan, Afrika Sahara Selatan, dan Amerika Tengah.
Negara-negara seperti Mesir dan Nigeria akan terkena dampak terendah sedangkan wilayah Afrika Sahara Selatan diperkirakan terkena dampak tertinggi.
"Jelas dari temuan kami bahwa perubahan iklim diperkirakan akan berdampak signifikan pada layanan medis darurat," kata Dr. Petrino.
"Kesadaran yang jauh lebih besar tentang hal ini diperlukan di tingkat nasional dan internasional di antara para pembuat kebijakan, penyedia layanan kesehatan, profesional layanan kesehatan, dan masyarakat umum," paparnya lagi.
Baca juga: Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim
Tindakan pun harus segera diambil karena perubahan iklim berdampak pada semua negara, kaya, dan miskin terlepas dari wilayah geografisnya.
Dunia menghadapi keadaan darurat perubahan iklim, dan layanan medis kita juga menghadapi keadaan darurat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya