Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 21 Oktober 2024, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Presiden Prabowo Subianto dan dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka perlu memberikan insentif kepada investor pengembangan panas bumi atau geotermal demi mewujudkan kedaulatan energi di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi saat dimintai tanggapan mengenai optimalisasi pemanfaatan panas bumi.

"Kalau Prabowo mau mengoptimalkan pemanfaatan geotermal, ya dengan menciptakan suatu sistem iklim investasi yang ramah. Mungkin kita bisa memberikan insentif ke investor-investor yang mau masuk, itu pasti menarik bagi investor," kata Fahmy sebagaimana dilansir Antara, Minggu (20/10/2024).

Baca juga: Pemanfaatan Panas Bumi Masih Rendah, Pakar Saran Tingkatkan Kualitas Data

Dia menuturkan, lokasi sumber panas bumi sebagian besar berada di daerah pegunungan yang sulit aksesnya.

Sehingga investasi yang dilakukan tidak hanya terhadap sistem pembangkit listriknya, tetapi juga infrastruktur logistiknya.

Alternatif lainnya adalah membangun sendiri sarana dan prasarana jalan tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari pemerintah pusat atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) milik pemerintah daerah.

Fahmy mencontohka, mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan insentif fiskal yang besar terhadap investor untuk hilirisasi nikel, sehingga banyak investor China yang masuk.

Baca juga: Indonesia-Selandia Baru Kerja Sama Program Eksplorasi Panas Bumi

"Nah, di (pengembangan) geotermal itu tidak dilakukan oleh Jokowi maka kini Prabowo sebaiknya prioritaskan," ucap Fahmy.

Dia meminta pemerintahan Prabowo-Gibran untuk konsisten dan berkomitmen penuh untuk mengembangkan berbagai sumber energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia untuk dapat mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060.

Dia mencatat, bauran EBT di Indonesia hanya sekitar 12,5 persen, jauh dari target 23 persen yang dicanangkan untuk dapat tercapai pada 2025.

"Kalau mulai sekarang diberlakukan secara konsisten dan terus-menerus, tidak diganggu oleh lobi-lobi dari kelompok oligarki maka saya punya harapan nanti lima tahun ke depan di akhir pemerintahan Prabowo itu bisa keseluruhan energi kita tidak lagi bergantung dari negara lain," imbuhnya.

Baca juga: Investasi Pembangkit Panas Bumi Naik 8 Kali Lipat dalam 10 Tahun

Prabowo dan Gibran  resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden masa bakti 2024 -2029 usai mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna MPR RI di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen Jakarta, Minggu.

Dalam pidatonya, Prabowo optimistis Indonesia mampu melakukan swasembada energi dan tidak bergantung pada negara lain di bawah kepemimpinannya.

Ia mengatakan bahwa Indonesia memiliki berbagai tanaman yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi, seperti kelapa sawit, singkong, tebu, dan jagung.

Prabowo juga menyatakan bahwa Indonesia mempunyai potensi energi panas bumi, batu bara, serta air yang besar.

Baca juga: Konvensi Panas Bumi IIGCE Berpotensi Hadirkan Investasi Rp 57,02 Triliun

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Pemerintah
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau