KOMPAS.com - Ketua Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo Ahmad Syukri mengatakan, pembangunan hutan tanaman energi (HTE) untuk biomassa kayu sebagai upaya transisi energi menimbulkan berbagai dampak negatif.
Hal tersebut disampaikan Syukri dalam aksi damai peringatan Big Bad Biomass International Day di Bundaran Tugu Digulis Universitas Tanjungpura di Pontianak dan Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Senin (21/10/2024).
Aksi tersebut digelar sejumlah organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Transisi Energi Berkeadilan.
Baca juga: Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak
"Transisi energi merupakan proses penting dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil menuju energi bersih dan ramah lingkungan. Namun, kebijakan pemerintah dalam memanfaatkan biomassa kayu sebagai salah satu sumber energi terbarukan memicu kekhawatiran dari berbagai kalangan," kata Syukri, sebagaimana dilansir Antara.
Dia menjelaskan, pembangunan HTE di Kalimantan Barat telah menyebabkan konflik berkelanjutan antara masyarakat adat dan perusahaan.
Perluasan izin konsesi untuk perusahaan HTE, menurut Syukri, akan mempercepat laju deforestasi dan degradasi lahan.
Selain itu, perluasan HTE juga mengancam keberlangsungan ekosistem hutan dan spesies langka, seperti orangutan Kalimantan.
Baca juga: Investasi Energi Bersih Global Lebih Tinggi dari Bahan Bakar Fosil
"Proyek pengembangan biomassa yang mengandalkan HTE dan hutan produksi berpotensi menyebabkan konflik lahan serta perampasan tanah masyarakat adat, yang mengandalkan hutan sebagai sumber kehidupan," tuturnya.
Dalam kebijakan transisi energi, biomassa dinilai sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang diandalkan hingga tahun 2040.
Dalam Peraturan Presiden No. 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah mewajibkan perusahaan energi untuk membeli listrik dari pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) dan mendorong pembangunan PLTBm di seluruh provinsi, termasuk Kalimantan Barat.
Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia Amalya Reza Oktaviani memperingatkan, pengembangan biomassa kayu dapat menambah krisis lingkungan.
Baca juga: Energi Terbarukan Ciptakan 16,2 Juta Lapangan Kerja di Seluruh Dunia
Dia menuturkan, sampai saat ini masih ada sekitar 56.372 hektare hutan alam di dalam tujuh konsesi HTE di Kalimantan Barat.
"Jika kawasan ini dibuka untuk penanaman energi, potensi emisi karbon yang dilepaskan bisa mencapai 36,5 juta ton," kata Amalya.
Dia menambahkan, pembakaran biomassa di PLTBm juga menghasilkan polusi udara yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Amalya menyerukan agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat meninjau kembali rencana pengembangan biomassa dan mencari solusi energi yang benar-benar terbarukan tanpa merusak lingkungan atau mengorbankan masyarakat.
Baca juga: Jurus Prabowo Swasembada Energi: Manfaatkan Sawit hingga Singkong
Koalisi Transisi Energi Berkeadilan yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan kelompok mahasiswa menganggap transisi energi harus dilakukan secara berkeadilan.
Hal ini berarti kebijakan energi terbarukan tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi karbon, tetapi juga harus memperhatikan dampak sosial dan lingkungan.
Mereka mengkritisi penggunaan biomassa kayu sebagai solusi utama dalam transisi energi karena hal ini dianggap sebagai solusi palsu yang justru memperparah deforestasi dan krisis iklim.
Dalam aksi damai tersebut, para demonstran menuntut pemerintah untuk menghentikan proyek-proyek yang merusak hutan dan merugikan masyarakat lokal, serta mendorong pengembangan energi yang benar-benar ramah lingkungan seperti energi surya, angin, dan air.
Kalimantan Barat memiliki kawasan hutan alam yang luas, menjadikannya salah satu provinsi dengan target mitigasi deforestasi terbesar di Indonesia.
Baca juga: OJK Dorong Perbanyak Energi Bersih: Agar Pasar Karbon RI Berdaya Saing
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya