Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Gagal Patuhi Aturan Deforestasi UE, Indonesia Bisa Rugi Rp 50 Triliun

Kompas.com, 24 Oktober 2024, 10:59 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Kementerian Pertanian (Kementan) menilai Indonesia bisa rugi hingga Rp 50 triliun per tahun, jika tidak berhasil mematuhi kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Aturan Deforestasi Uni Eropa. 

Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional, Ditjen Perkebunan, Kementan, Muhammad Fauzan Ridha menyampaikan bahwa Uni Eropa adalah pasar penting bagi ekspor sawit Indonesia, yang menyumbang sekitar 10 persen dari total ekspor sawit nasional.

"Ekspor sawit Indonesia sebesar 10 persen ke Eropa akan terdampak, manakala pemenuhan kriteria (EUDR) ini belum terpenuhi. Diperkirakan Indonesia akan kehilangan Rp 20-50 triliun per tahun apabila kita tidak bisa masuk pasar Eropa," ujar Fauzan dalam diskusi daring, Rabu (23/10/2024). 

Baca juga:

Ia menilai, jika Indonesia belum bisa memenuhi kriteria kebijakan EUDR yang ditentukan dalam waktu mendatang, ada kemungkinan Eropa akan mengalihkan impor minyak sawit ke Malaysia. 

"Yang saat ini, tentu saja walaupun (Malaysia) secara produksi masih jauh di bawah kita, baru setengahnya. Tetapi Malaysia bisa dibilang sudah dapat dibilang patuh terhadap EUDR," imbuh dia. 

Sebagai informasi, aturan EUDR mewajibkan perusahaan-perusahaan yang mengekspor produk ke Uni Eropa untuk menjamin produk mereka bebas dari deforestasi dalam rantai pasokannya.

Adapun implementasi EUDR yang awalnya direncanakan pada awal 2025, kemungkinan akan diundur hingga 2026.

Oleh karena itu, penerapan yang mundur dinilai dapat memberikan waktu tambahan bagi pemerintah dan para pelaku usaha untuk mempersiapkan diri. Namun, penundaan ini tetap menghadirkan tantangan bagi keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia.

Masih hadapi tantangan

Untuk memasuki pasar Eropa, perusahaan harus dapat memastikan produk yang diekspor bebas dari deforestasi atau degradasi hutan, dengan cara memetakan dan melacak rantai pasok hingga hulu. 

Hal ini menjadi tantangan utama yang dihadapi adalah para petani kecil, yang merupakan tulang punggung industri kelapa sawit.

Petani kecil sering kali kesulitan dalam memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh EUDR, seperti sistem ketelusuran (traceability) dan pencatatan data yang akurat. 

"Petani agak gamang, karena selain bisa memproduksi, mereka juga harus melakukan pencatatan dari sisi hasil produksi, dikaitkan dengan data activity-nya. Ini ke depan yang harus ada langkah baru agar pencatatan dilakukan oleh petani," tutur dia. 

Baca juga:

Ia menilai, para petani kecil masih enggan melaporkan penelusuran maupun pendataan proses produksi sawit, karena sejumlah hal. Antara lain maraknya penipuan data pribadi yang menyebabkan para petani sulit melaporkan data diri mereka, hingga kendala minim literasi digital. 

Oleh karena itu, kata Fauzan, pemerintah serta industri perlu memberikan dukungan lebih dalam bentuk pelatihan, akses teknologi, dan insentif finansial agar petani kecil dapat beradaptasi dengan persyaratan yang ada.

"Nanti arahnya apakah mungkin kita melakukan insentif ke pelaku pengusaha, manakala kita tekan pembiayaan dari traceability tersebut," ungkapnya. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau