Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenpeace: Restorasi Lahan Gambut 10 Tahun Terakhir Tidak Memuaskan

Kompas.com, 1 November 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Restorasi lahan gambut selama 10 tahun terakhir dinilai tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

Kepala Kampanye Global untuk Hutan Indonesia Greenpeace Kiki Taufik mengatakan, jutaan hektare areal mengalami kebakaran hebat, bahkan berulang terbakar hampir setiap tahunnya.

Kondisi tersebut diperparah dengan alih fungsi lahan, salah satunya untuk proyek lumbung pangan.

Baca juga: Pembasahan Lahan Gambut Signifikan Turunkan Karbon Dioksida

Indonesia menjadi negara dengan luas lahan gambut terbesar di dunia.

Sayangnya, ekosistem yang harusnya menjadi penyeimbang alam dan penyimpan karbon terbesar, malah dirusak atas nama pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam dokumen Program Strategi Nasional.

"Luas areal terbakar di Indonesia tahun 2023 mencapai 2,13 juta hektare. Dari jumlah tersebut, 1,3 juta hektare merupakan area yang sebelumnya pernah terbakar sepanjang periode 2015-2022. Artinya, permasalahan lahan gambut ini belum tuntas dan malah memburuk," kata Kiki Taufik sebagaimana dilansir Antara, Kamis (31/10/2024).

Dia melihat ada regulasi yang tidak konsisten dari pemerintah dan sering kali menguntungkan pihak perusahaan atau swasta.

Baca juga: Pertanian Paludikultur Bisa Restorasi Gambut, Ini Kelebihannya

Salah satu contohnya adalah kedalaman gambut yang kurang dari 3 meter boleh dimanfaatkan, di samping penerbitan izin perusahaan tidak transparan. Padahal semua kondisi kedalaman gambut menyimpan risiko besar untuk terbakar.

Kampanye Pantau Gambut Abil Salsabila turut menyebutkan buruknya restorasi gambut sepanjang pemerintahan sebelumnya.

Menurutnya dari, sedikitnya 4.000 hektare area ekstensifikasi lumbung pangan di eks-PLG seluruh Indonesia, semuanya terbengkalai. Ada temuan tumpang tindih antara area ekstensifikasi dengan konsesi sawit.

Abil menyebutkan. salah satu tantangan utama restorasi lahan gambut adalah keterbatasan data.

"Pemutihan lahan sawit oleh pemerintah semakin menunjukkan minimnya akses data dan informasi oleh publik. Untuk mewujudkan pemulihan yang utuh, ketersediaan data dan keterbukaan informasi adalah pondasi utama," ucapnya.

Baca juga: Ekosistem Gambut dan Mangrove Indonesia dalam Konstelasi Pemanasan Global

Kepala Kelompok Kerja Teknik Restorasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Agus Yasin mengatakan pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin selama 10 tahun terakhir.

Namun, memang masih ada banyak hal yang harus dikerjakan ke depan, khususnya restorasi lahan gambut.

"Kami berharap kerja-kerja restorasi gambut akan terus mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk media dan Lembaga swadaya masyarakat. Tujuannya, agar program restorasi ini bisa terus berlanjut," ucap Agus Yasin.

Pemanfaatan lahan gambut telah berjalan sejak era Presiden Soeharto, saat akan dimulainya proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) sekitar tahun 1994.

Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menambah lahan pertanian di luar Jawa, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan mencapai swasembada pangan. Proyek PLG tersebut akhirnya bertransformasi menjadi proyek lumbung pangan saat ini.

Baca juga: Korporasi Wajib Rawat Lahan Gambut di Area Konsesinya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau