Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sukun Bisa Jadi Kunci Ketahanan Pangan

Kompas.com - 28/08/2024, 18:17 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sukun, tanaman yang berasal dari Pasifik dan banyak tumbuh di Asia Tenggara memiliki peran yang menjanjikan dalam memastikan ketahanan pangan di wilayah tropis dan subtropis yang kemungkinan akan terpengaruh oleh perubahan iklim.

Hasil penelitian yang dipublikasikan di PLOS Climate ini menyebutkan meski perubahan iklim kemungkinan akan berdampak buruk pada sebagian besar tanaman seperti jagung dan gandum, akan tetapi sukun relatif tidak akan terpengaruh karena tahan terhadap iklim.

"Saat kita menerapkan strategi untuk beradaptasi dengan perubahan iklim, sukun harus dipertimbangkan dalam pendekatan adaptasi ketahanan pangan," kata ilmuwan iklim Daniel Horton, penulis penelitian dan asisten profesor di Universitas Northwestern, AS, seperti dikutip dari Eco-Business, Rabu (28/8/2024).

Baca juga: Pertanian Organik Jadi Kunci Ketahanan Pangan, tapi Hadapi Banyak Tantangan

Potensi Sukun

Sukun telah dikonsumsi dengan cara direbus, dipanggang, atau dicampur dengan makanan lain selama ribuan tahun.

Sukun mengandung banyak serat, vitamin dan mineral. Profil nutrisinya pun mirip dengan gandum atau kentang dan tidak memiliki kekurangan yang dapat berimbas pada kesehatan manusia seperti makanan kaya karbohidrat lainnya.

Lebih dari 200 varietas telah dikembangkan atau berevolusi dari sukun asli yang berasal dari kepulauan Pasifik dan varietas tersebut termasuk varietas tanpa biji yang umum tersedia di pasaran.

"Sukun adalah spesies yang terabaikan dan kurang dimanfaatkan yang ternyata relatif tangguh dalam proyeksi perubahan iklim kita," kata Horton.

Ini adalah berita baik karena beberapa makanan pokok lain yang kita andalkan tidak begitu tangguh. Dalam kondisi yang sangat panas, beberapa tanaman pokok tersebut kesulitan dan hasilnya menurun.

"Sukun sangat cocok ditanam di daerah yang mengalami kerawanan pangan tingkat tinggi," papar Horton lagi.

Tumbuh Puluhan Tahun

Nyree Zerega, seorang ilmuwan konservasi di Negaunee Institute for Plant Conservation Science and Action di Chicago Botanic Garden, AS, mengatakan pohon sukun dapat hidup selama puluhan tahun dan menghasilkan banyak buah setiap tahunnya.

Di beberapa budaya, bahkan ada tradisi menanam pohon sukun saat seorang anak lahir untuk memastikannya memiliki makanan selama sisa hidupnya.

Baca juga: Jaga Ketahanan Pangan, Pupuk Indonesia Tegaskan Tetap Salurkan Pupuk Bersubsidi

Meskipun sukun menunjukkan ketahanan yang paling menjanjikan terhadap kondisi iklim di masa mendatang di Asia, penelitian tersebut menunjukkan peluang untuk memperluas budidayanya selama beberapa dekade mendatang di Afrika Sub-Sahara, tempat kerawanan pangan sedang tinggi.

Varietas sukun tertentu yang tumbuh di Afrika yaitu Treculiar africana telah ditemukan lebih unggul daripada yang lain dalam hal morfologi biji, kandungan asam amino, karbohidrat, dan kualitas minyak bijinya.

Dengan pohon yang mencapai ketinggian sembilan hingga 18 meter, sukun Afrika mulai berbuah enam tahun setelah ditanam dan tetap produktif selama lebih dari 50 tahun.

Namun ada beberapa tantangan dalam komersialisasi sukun Afrika yaitu periode kematangan yang panjang, tidak adanya teknologi yang tepat untuk mengupas bijinya, dan kurangnya minat penelitian.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Karena Pemanasan Global, Spanyol Bisa Berubah Jadi Iklim Gurun

Karena Pemanasan Global, Spanyol Bisa Berubah Jadi Iklim Gurun

Pemerintah
Teknologi Elektrolit Diklaim Bisa Tingkatkan Penyimpanan Energi Terbarukan

Teknologi Elektrolit Diklaim Bisa Tingkatkan Penyimpanan Energi Terbarukan

Pemerintah
Daur Ulang Plastik Bikin Shiva Diganjar SDG Pioneers 2024 dari PBB

Daur Ulang Plastik Bikin Shiva Diganjar SDG Pioneers 2024 dari PBB

Swasta
Secercah Harapan dari KLHK di Tengah Gempuran Kriminalisasi Pejuang Lingkungan Hidup

Secercah Harapan dari KLHK di Tengah Gempuran Kriminalisasi Pejuang Lingkungan Hidup

Pemerintah
Jemput Energi Terbarukan, PLN Bakal Integrasikan Transmisi Lintas Pulau

Jemput Energi Terbarukan, PLN Bakal Integrasikan Transmisi Lintas Pulau

BUMN
Alison Chan Dorong Strategi Investasi Berkelanjutan hingga Raih Penghargaan PBB

Alison Chan Dorong Strategi Investasi Berkelanjutan hingga Raih Penghargaan PBB

Pemerintah
Tingkatkan Populasi, Elang Jawa Dilepasliarkan di Gunung Halimun Salak

Tingkatkan Populasi, Elang Jawa Dilepasliarkan di Gunung Halimun Salak

Swasta
Pemerintah Rencana Terapkan Bioavtur Bertahap Mulai 2027

Pemerintah Rencana Terapkan Bioavtur Bertahap Mulai 2027

Pemerintah
Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Pemerintah
Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Swasta
Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

LSM/Figur
Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

LSM/Figur
Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

LSM/Figur
Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

LSM/Figur
Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau