Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konferensi Karet Internasional 2024: Paradigma Baru untuk Industri Karet Alam Berkelanjutan

Kompas.com - 22/11/2024, 16:00 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

 

Suroso menyampaikan, ada beberapa faktor penyebab penurunan kinerja industri karet alam Indonesia, di antaranya:

  • Harga karet yang rendah selama lebih dari satu dekade, yang membuat banyak petani meninggalkan perkebunan karet, menghentikan penyadapan, menunda peremajaan tanaman, atau bahkan mengganti karet dengan komoditas lain.
  • Wabah penyakit Pestalotiopsis yang dimulai pada tahun 2018, mengurangi produktivitas hingga sekitar 40 persen.
  • Perubahan iklim, seperti musim yang terlalu kering atau basah, menjadi faktor pembatas produktivitas.
  • Kenaikan biaya tenaga kerja, pupuk, insektisida, dan sumber daya produksi lainnya setiap tahun.
  • Industri hilir berbasis karet alam di dalam negeri yang belum berkembang, sehingga pemasaran karet alam Indonesia sangat bergantung pada ekspor.

Selain itu, industri karet alam juga menghadapi tantangan untuk meningkatkan produksi per unit lahan, merespons kenaikan biaya produksi, kekurangan tenaga kerja, perubahan iklim, percepatan masa belum menghasilkan, penerapan konsep ekonomi sirkular, serta kepatuhan terhadap regulasi internasional seperti Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR).

"Tantangan ini membutuhkan inovasi serta teknologi di berbagai bidang," ujarnya.

Perkebunan rakyat

Dari para pembicara kunci diperoleh kesimpulan, pasokan karet alam di Indonesia mayoritas adalah perkebunan rakyat yang menguasai 89 persen perkebunan karet, sedang swasta dan BUMN hanya 11 persen.

Namun, faktanya pembangunan perkebunan karet rakyat khususnya yang menyangkut peremajaan tanaman tua berlangsung sangat lambat dan peran pemerintah belum tampak jelas.

Di sisi lain, pasar karet alam dunia diperkirakan akan cenderung membaik harganya tetapi kondisi petani karet rakyat di negara-negara produsen karet masih belum mendapatkan manfaatnya.

Pengecualian kondisi ini hanya terjadi di Thailand sebagai produsen nomor satu karet alam dunia yang memiliki dukungan kuat dari pemerintah terhadap industrinya.

Karena itu Dato Abdul Aziz Kadir, Sekretaris Jenderal IRRDB, mengajak semua negara produsen karet alam bahu-membahu dalam mengatasi masalah yang dihadapi pekebun rakyat dengan melakukan riset yang menghasilkan teknologi untuk meningkatkan keekonomian karet alam.

Secara umum, ditekankan tentang masih ada peluang untuk kebangkitan karet alam, namun dibutuhkan upaya untuk mendorong kolaborasi, penerapan paradigma ekonomi sirkuler (nir-limbah), dan memanfaatkan peluang karet alam sebaga bahan baku BBN.

Peran pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan usaha karet alam juga ditekankan untuk ditingkatkan khususnya dalam memfasilitasi peremajaan kebun-kebun petani yang tanamannya sudah tua.

Secara khusus, wakil PT RPN yang kebetulan sebagai Ketua Umum AII dan Anggota Komite Ahli IRRDB menekankan pentingkan memanfaatkan teknologi yang sudah tersedia untuk mengolah karet alam menjadi BBN dan menunjukkan besarnya peluang produk barang jadi karet alam di Indonesia.

Selanjutnya di dalam konferensi dua hari di Yogyakarta ini disajikan dan dibahas hasil-hasil riset mutakhir dari para periset dari beberapa negara peserta di bidang Pra-Panen, Pasca Panen, dan Sosial Ekonomi.

Baca juga: 10 Daerah Penghasil Karet Terbesar di Indonesia

Kegiatan konferensi dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke Unit Riset Bogor Getas di Getas, Salatiga, yaitu satu fasilitas riset khusus karet alam di bawah pengelolaan PT RPN, pada 21 November 2024.

Penyelenggaraan konferensi ini di Indonesia diharapkan sekaligus memberikan sinyal kepada pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk lebih memperhatikan nasib para petani karet rakyat yang menunggu dukungan penuh pemerintah.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau