Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggunaan Amonia untuk Bahan Bakar Hijau Kapal Hadapi Tantangan

Kompas.com, 26 November 2024, 21:15 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Amonia menjadi salah satu dari beberapa alternatif yang dimanfaatkan industri untuk mengurangi jejak karbon sehingga bahan ini dipilih sebagai opsi bahan bakar hijau untuk kapal mulai 2026.

Keunggulan amonia sendiri terletak karena bebas karbon dan akan menjadi bahan bakar tanpa emisi jika dibuat dari hidrogen yang diproduksi dengan listrik terbarukan. Namun penggunaan amonia sebagai bahan bakar hijau bukannya tanpa tantangan.

Amonia menghadapi kendala biaya dan keamanan yang besar sebagai bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar lain seperti gas alam cair (LNG), metanol, dan biofuel.

Mengutip Safety4sea, Selasa (26/11/2024) keselamatan merupakan tantangan besar bagi produk yang biasanya digunakan untuk pupuk dan bahan peledak itu.

Baca juga:

Laure Baratgin, kepala operasional komersial Rio Tinto, grup pertambangan global mengatakan setelah yakin bahwa risiko keamanan dapat terkendali dengan baik, mereka baru akan mempertimbangkan untuk menyewa kapal berbahan bakar ganda amonia.

"Saat ini, kurangnya regulasi, pengalaman dalam penggunaan, dan toksisitas amonia di atas kapal merupakan penghalang keselamatan yang utama," katanya lagi melansir US News.

Secara global, hanya 25 kapal berbahan bakar ganda amonia yang telah dipesan hingga tahun 2024.

Lebih jauh lagi, pengisian bahan bakar kapal atau bunkering juga menimbulkan tantangan khusus jika menggunakan amonia karena dapat menyebabkan keracunan akut dan kerusakan pada kulit, mata, serta saluran pernapasan.

Sebuah studi oleh Pusat Dekarbonisasi Maritim Global (GCMD) mengidentifikasi 400 risiko yang terkait dengan bunkering amonia, yang menurutnya dapat dikurangi dengan tindakan seperti sambungan pelepasan darurat untuk menutup sistem saat kebocoran terdeteksi.

GCMD juga membuat rencana tanggap darurat komprehensif khusus untuk tumpahan amonia, yang menimbulkan tantangan penahanan yang unik dibandingkan dengan tumpahan minyak.

"Tumpahan minyak bisa terlihat karena berada di permukaan dan menyebar di air. Namun, amonia menyebar ke udara," jelas CEO GCMD, Lynn Loo.

Baca juga:

Takahiro Rokuroda, manajer umum di Next Generation Fuel Business Group menekankan perlunya pedoman industri untuk memastikan pelaut dapat menangani bahan bakar tersebut dengan aman.

Singapura sendiri yang berperan sebagai pusat global terbesar pengisian bahan bakar kapal telah memilih perusahaan untuk mengeksplorasi potensi amonia untuk pembangkit tenaga listrik dan pengisian bahan bakar.

Termasuk juga berupaya untuk menetapkan standar pengisian bahan bakar amonia.

Di sisi lain, biaya harus turun tajam untuk membuat amonia kompetitif dalam pengisian bahan bakar.

Pasalnya, menggerakkan kapal dengan amonia dapat menghabiskan biaya dua hingga empat kali lipat lebih banyak daripada dengan bahan bakar konvensional.

Mesin amonia juga memerlukan perawatan ekstra karena bahan bakarnya bersifat korosif.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
LSM/Figur
Prospek Bagus, Penasehat Presiden Jawab Kritik soal Jualan Karbon di COP30
Prospek Bagus, Penasehat Presiden Jawab Kritik soal Jualan Karbon di COP30
Pemerintah
Angklung Digital, Cara Baru Ajak Dunia Merawat Tradisi Tanah Air
Angklung Digital, Cara Baru Ajak Dunia Merawat Tradisi Tanah Air
Pemerintah
Di COP30, Kemenhut Ungkap Komitmen Rehabilitasi 12,7 Juta Ha Lahan Hutan
Di COP30, Kemenhut Ungkap Komitmen Rehabilitasi 12,7 Juta Ha Lahan Hutan
Pemerintah
Komunitas Medis Global Desak Penghapusan Bahan Bakar Fosil di COP30
Komunitas Medis Global Desak Penghapusan Bahan Bakar Fosil di COP30
Pemerintah
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
BrandzView
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
Pemerintah
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Pemerintah
Gunung Semeru Erupsi, Jalur Pendakian Ditutup dan Pendaki Diminta Turun
Gunung Semeru Erupsi, Jalur Pendakian Ditutup dan Pendaki Diminta Turun
Pemerintah
Korea Selatan Pensiunkan PLTU, Buka Peluang Investasi Energi Bersih RI
Korea Selatan Pensiunkan PLTU, Buka Peluang Investasi Energi Bersih RI
LSM/Figur
Rumput Laut RI Dilirik Investor Asing untuk Produksi Sedotan Ramah Lingkungan
Rumput Laut RI Dilirik Investor Asing untuk Produksi Sedotan Ramah Lingkungan
Pemerintah
Target Investasi Sektor Perikanan Rp 79 T, KKP Janji Permudah Izin
Target Investasi Sektor Perikanan Rp 79 T, KKP Janji Permudah Izin
Pemerintah
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Pemerintah
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi, 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi, 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
LSM/Figur
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau