KOMPAS.com - Dunia diperkirakan tidak akan mampu mengatasi volume sampah plastik dalam satu dekade mendatang kecuali negara-negara setuju untuk mengekang produksinya.
Hal tersebut disampaikan oleh menteri pembangunan internasional Norwegia, Anne Beathe Tvinnereim menjelang putaran terakhir Global Plastics Treaty yang berlangsung di Busan, Korea Selatan tanggal 25 November-1 Desember 2024.
Ia menyampaikan polusi plastik perlu ditangani selama siklus hidupnya dan artinya itu harus mengekang produksi plastik secara ketat.
Tvinnereim juga berharap kesepakatan dalam Global Plastic Treaty dapat dicapai dan diperkuat dari waktu ke waktu.
Global Plastic Treaty adalah perjanjian internasional yang sedang dinegosiasikan oleh sekitar 175 negara untuk mengatasi polusi plastik.
Baca juga:
Perjanjian tersebut bertujuan untuk membantu negara-negara yang berambisi menemukan cara untuk mengurangi dan menghentikan dampak polusi plastik
"Kita tidak akan mendapatkan perjanjian yang sempurna. Namun, kita perlu melangkah lebih jauh untuk menangani permasalahan plastik," papar Tvinnereim, dikutip dari Guardian, Selasa (26/11/2024).
Tahun ini saja, berbagai peneliti menemukan mikroplastik di setiap sampel plasenta yang mereka uji.
Peneliti juga menemukan mikroplastik di arteri manusia yang menambah bukti keberadaan plastik ada di mana-mana dan menimbulkan kekhawatiran atas risiko kesehatan.
Krisis plastik secara luas diakui sebagai ancaman bagi kesehatan manusia, keanekaragaman hayati, dan iklim.
Sayangnya, dua tahun setelah kesepakatan oleh 175 negara untuk mengadopsi mandat pada negosiasi perjanjian global yang mengikat secara hukum untuk menangani seluruh siklus hidup plastik, para delegasi masih terbagi pendapatnya tentang apa yang harus dilakukan, sementara tenggat waktu semakin dekat.
Progres terhenti karena pertikaian tentang perlunya pemangkasan industri plastik senilai 712 miliar dollar AS.
Perundingan terakhir, pada bulan April tahun ini, gagal mencapai kesepakatan untuk menempatkan target produksi yang dianggap sebagai kunci untuk mengekang limbah plastik di pusat perjanjian.
Negosiasi yang alot telah menghasilkan pandangan yang berbeda dari negara dengan industri bahan bakar fosil besar.
Baca juga:
Mereka menghindari pemotongan produksi dan menekankan pengelolaan limbah sebagai solusi utama untuk mengatasi krisis plastik.
Sementara negara-negara berkembang yang menanggung konsekuensi dari kelebihan produksi plastik yang membebani sistem limbah mereka menyerukan pemotongan global produksi plastik.
Ini membuat putaran terakhir perundingan, yang dimulai pada hari Senin (25/11/2024) dan akan berakhir pada 1 Desember menjadi sangat penting.
“Tentu saja kita perlu meningkatkan daur ulang dan pengelolaan limbah, tetapi jika kita tidak mengurangi produksi dan konsumsi, kita tidak akan mampu mengatasi volume plastik dalam sistem 10 tahun dari sekarang,” kata Tvinnereim.
Penggunaan plastik sendiri dapat meningkat tiga kali lipat secara global pada tahun 2060, dengan peningkatan terbesar diperkirakan terjadi di Afrika sub-Sahara dan Asia.
Sampah plastik juga diproyeksikan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2060, dengan setengahnya berakhir di tempat pembuangan sampah dan kurang dari seperlimanya didaur ulang.
sumber https://www.theguardian.com/environment/2024/nov/24/world-unable-cope-10-years-talks-un-global-treaty-to-end-plastic-waste
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya