Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 29 November 2024, 11:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Ketika KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan berakhir, berbagai suara kekecewaan terdengar di seluruh dunia.

Dalam konferensi yang dihadiri hampir 200 negara tersebut, negara-negara maju menetapkan target baru untuk menggalang setidaknya 300 miliar dollar AS (sekitar Rp 4,7 kuadriliun) per tahun bagi negara berkembang hingga 2035.

Target ini akan dikumpulkan melalui berbagai sumber, termasuk pembiayaan publik serta perjanjian bilateral dan multilateral.

Namun, para ahli dan pejabat dari negara berkembang serta negara-negara rentan mengecam janji baru ini sebagai "pengkhianatan" dan "lelucon" karena dinilai sangat sedikit.

Sejumlah para pakar dan advokat mengkritik kesepakatan akhir COP29 yang dinilai jauh dari cukup untuk menghadapi krisis iklim, ancaman terbesar bagi umat manusia.

Sementara itu, beberapa pihak mengakui kelemahan kesepakatan tersebut, tetapi memandangnya sebagai pencapaian politik maksimal yang realistis saat ini.

Baca juga: Pendanaan Iklim COP29 Dapat Digunakan untuk Pensiunkan PLTU

Pengkhianatan

Iskander Erzini Vernoit, salah satu pendiri dan direktur Imal Initiative for Climate and Developmen, mengatakan kasil KTT COP29 ini adalah keputusan paling tidak berimbang yang pernah ada.

"Kesepakatan ini adalah pengkhianatan terhadap mereka yang paling rentan, terhadap Perjanjian Paris, dan terhadap logika," ujarnya kepada Anadolu, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (28/11/2024).

Vernoit menjelaskan teks kesepakatan ini sepenuhnya dirancang berdasarkan posisi negara maju, yang menjadi pukulan telak bagi negara berkembang dan kepentingan Belahan Bumi Selatan.

Kesepakatan ini, lanjutnya, merepresentasikan kemunduran karena target pendanaan tidak lagi hanya melibatkan negara maju yang mendanai negara berkembang, melainkan menjadi target kolektif di mana negara maju hanya memimpin.

"Ini adalah pukulan besar terhadap prinsip keadilan dan tanggung jawab bersama tetapi berbeda," tegas Vernoit.

Baca juga: COP29 Resmi Berakhir, Ini 6 Rangkumannya

Ia juga menyoroti kekecewaan besar dari para negosiator negara-negara Belahan Bumi Selatan yang merasa sangat dirugikan oleh keputusan ini.

"Negara-negara maju berhasil lolos dengan jumlah dana yang sangat tidak memadai, memastikan bahwa negara-negara berkembang harus menanggung sebagian besar biaya perubahan iklim sendiri," ujar Belahan Bumi Selatan.

Selain itu, bahasa dalam kesepakatan itu dianggap tidak jelas terkait kualitas pendanaan, yang berpotensi berujung pada pinjaman dengan suku bunga pasar.

Vernoit juga mengkritik jangka waktu target pendanaan, mengingat dunia menghadapi dekade krusial hingga 2030, sehingga target pada 2035 dianggap terlalu terlambat.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Swasta
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pemerintah
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Pemerintah
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
LSM/Figur
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Swasta
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
LSM/Figur
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Swasta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
BUMN
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Pemerintah
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
Pemerintah
4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara
4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Pemerintah
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
LSM/Figur
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau