KOMPAS.com - Rumput laut sekali lagi menunjukkan harapan untuk membuat peternakan sapi menjadi lebih berkelanjutan.
Sebuah studi yang dilakukan peneliti University of California Davis, di California menemukan bahwa pemberian suplemen rumput laut dalam bentuk pelet pada ternak sapi yang digembalakan dapat mengurangi emisi metana hingga hampir 40 persen.
Pemberian rumput laut ini disebut peneliti juga tidak akan memengaruhi kesehatan atau berat badan mereka.
Baca juga:
Studi tersebut dipublikasikan pada tanggal 2 Desember di Proceedings of the National Academy of Sciences.
Studi juga merupakan penelitian pertama yang menguji rumput laut pada ternak sapi yang digembalakan di dunia.
Dikutip dari Phys, Rabu (4/12/2024) ternak menyumbang 14,5 persen dari emisi gas rumah kaca global dengan porsi terbesar berasal dari metana yang dilepaskan hewan saat mereka bersendawa.
Ternak yang digembalakan menghasilkan lebih banyak metana daripada sapi perah karena mereka memakan lebih banyak serat dari rumput.
"Sapi hanya menghabiskan sekitar 3 bulan di tempat penggemukan dan menghabiskan sebagian besar hidupnya mencari makan di padang rumput dan menghasilkan metana," kata Ermias Kebreab, penulis studi ini.
"Kita perlu membuat tambahan pakan lain yang lebih mudah diakses dan membuat peternakan sapi lebih berkelanjutan sekaligus memenuhi permintaan global akan daging," katanya lagi.
Dalam studi ini peneliti membagi peneliti membagi 24 sapi potong (campuran ras Angus dan Wagyu) menjadi dua kelompok.
Satu kelompok menerima suplemen rumput laut, dan kelompok lainnya tidak. Para peneliti melakukan percobaan selama 10 minggu di sebuah peternakan di Dillon, Montana.
Peneliti menemukan, ternak yang merumput dan memakan suplemen rumput laut menghasilkan pengurangan emisi hampir 40 persen.
Baca juga:
"Metode ini membuka jalan untuk membuat suplemen rumput laut tersedia dengan mudah bagi hewan yang sedang merumput," kata Kebreab.
Kebreab menambahkan peternakan pastoral yang mencakup sistem penggembalaan besar, mendukung jutaan orang di seluruh dunia.
Namun peternakan itu sering kali di daerah yang rentan terhadap perubahan iklim. Ini mengapa studi mencoba menemukan solusi untuk membuat penggembalaan ternak lebih baik bagi lingkungan dan berperan dalam memerangi perubahan iklim.
Profesor UC Davis dan Cooperative Extension Specialist Alison Van Eenennaam, mengatakan pendekatan tersebut merupakan yang paling menjanjikan untuk memenuhi permintaan daging global sekaligus membatasi emisi gas rumah kaca.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya