Tumbuhnya pasar keuangan berkelanjutan juga mendorong OJK untuk menerbitkan taksonomi sebagai panduan bagi pelaku industri dalam mendefinisikan kegiatan-kegiatan yang dapat termasuk dalam pembiayaan bertema LST tersebut.
Taksonomi berkelanjutan yang sudah tersedia di Indonesia saat ini adalah Taksonomi Hijau Indonesia (THI) yang dirilis pada 2022 oleh OJK, dan yang terbaru adalah Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) yang dirilis pada 2024 oleh OJK.
Penggunaan taksonomi berkelanjutan oleh pelaku kepentingan menjadi krusial dalam keuangan berkelanjutan untuk menyelaraskan standar keuangan berkelanjutan yang kompleks dan untuk menghindari risiko greenwashing.
Sebelum menerbitkan produk keuangan berkelanjutan, penerbit perlu menyusun dokumen kerangka (framework) produk berkelanjutan yang menjelaskan alokasi dana dan mengikuti prinsip pelaporan yang tertuang pada POJK Nomor 18 Tahun 2023.
“Selain itu, laporan penggunaan dana juga perlu diterbitkan setiap tahun selama masa tenor instrumen finansial tersebut. Kedua persyaratan ini sering kali diwajibkan untuk didampingi dengan reviu eksternal dalam bentuk asurans pihak ketiga, dalam rangka memastikan akuntabilitas dari produk yang akan diterbitkan,” jelas Albidin.
Baca juga: Menperin: Industri Manufaktur Indonesia Ditarget Capai Net Zero Emission Pada 2050
Salah satu inisiatif yang dapat memudahkan proses penerbitan dan reviu berkala atas penggunaan dana adalah budget tagging, yaitu proses penandaan atau “tagging” terhadap anggaran maupun realisasi perusahaan yang akan dialokasikan khusus untuk mendanai kegiatan berkelanjutan.
Budget tagging menjadi inisiatif pendukung dalam keuangan berkelanjutan, dengan menyediakan cara yang sistematis untuk mengalokasikan, melacak, dan melaporkan penggunaan dana untuk inisiatif LST.
“Dengan menerapkan budget tagging, perusahaan dapat mengidentifikasi alokasi sumber daya pada proyek-proyek yang mendukung pencapaian inisiatif LST. Penerapan ini membantu perusahaan dalam memudahkan proses penerbitan, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan berkelanjutan,” kata Albidin.
Dalam rangka mendukung upaya berkelanjutan, lanjut dia, penting bagi seluruh pihak terkait meningkatkan pemahaman dan kapasitas dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan.
“Dengan demikian, (seluruh pihak) dapat bersama-sama mendorong terciptanya ekonomi yang lebih hijau, inklusif, dan berkelanjutan di Indonesia,” imbuhnya.
Baca juga: Indonesia Kejar Net Zero Emission Sampah pada Tahun 2050
Informasi lebih lanjut mengenai Climate Change and Sustainability Services EY Indonesia tersedia di Climate Change and Sustainability Services | EY Indonesia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya