KOMPAS.com - Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bisa menjadi motor transisi energi terbarukan yang besar di Indonesia.
Saat ini, terdapat sekitar 65 juta UMKM di Indonesia yang berkontribusi hingga Rp 9.580 triliun atau setara 91 persen produk domestik bruto (PDB) dan menyerap 97 persen total tenaga kerja.
Akan tetapi, terbatasnya akses terhadap pendanaan dan edukasi menjadi salah satu tantangan utama yang menghambat UMKM dalam bertransisi menuju penggunaan energi bersih.
Baca juga: UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau
Data Indonesia Energy Transition Outlook 2024 mencatat, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas UMKM di 2023 mencapai 216 juta ton karbon dioksida.
Ketua Kelompok Kerja Transisi Energi sekaligus Ketua Komite Tetap Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anthony Utomo mengatakan, UMKM memiliki peranan penting dalam mengakselerasi transisi energi.
"Karena tidak hanya mendukung pengembangan energi bersih, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja," kata Anthony, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (12/12/2024).
Anthony menyampaikan, masih terjadi kesenjangan dalam proses transisi ke energi bersih di kalangan UMKM.
Selama ini, banyak usaha kecil belum memahami praktik bisnis berlandaskan prinsip keberlanjutan.
"Kadin akan terus mendorong UMKM melakukan transformasi energi bersih melalui kampanye efisiensi energi, penerapan teknologi tepat guna, dukungan kebijakan dan regulasi serta pendidikan dan pelatihan," kata Anthony.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kadin Indonesia Aryo PS Djojohadikusumo menegaskan, visi jangka panjang Kadin untuk sektor ESDM adalah menciptakan ketahanan energi nasional yang berkelanjutan dan inklusif, termasuk penggunaannya di sektor UMKM.
"Sektor tersebut menjadi salah satu motor penting dalam perekonomian nasional," kata Aryo.
Baca juga: Penghapusan Piutang UMKM Dapat Berdayakan Perempuan
Oleh karena itu, diperlukan proses transformasi birokrasi dan regulasi agar mendukung iklim investasi dan pengembangan energi bersih, khususnya pembangkit listrik berbasis energi bersih.
"Makin banyak pasokan dan kepastian pembangkit energi terbarukan kritikal untuk mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persen," ujar Aryo.
Khusus UMKM, dukungan kebijakan fiskal dan insentif bagi mereka yang menggunakan energi bersih juga sangat penting sebagai stimulus percepatan proses transisi.
Menurut Aryo, UMKM bersama dengan sektor industri yang menggunakan energi bersih akan menjadi pilar penting bagi pengembangan ekonomi hijau rendah karbon di Indonesia.
Baca juga: Dukung UMKM Naik Kelas, Wali Kota Bandar Lampung Raih Satyalancana Wira Karya
Ketua Komite Tetap Rencana Strategis dan Kelembagaan Bidang ESDM Kadin M Maulana menambahkan, inovasi dan dukungan kebijakan dari pemerintah menjadi kunci untuk memastikan penggunaan energi bersih memenuhi skala keekonomian yang sangat dibutuhkan sektor UMKM.
"UMKM merupakan salah satu sektor yang sensitif terhadap harga sehingga keberadaan energi bersih yang terjangkau akan sangat penting," ujarnya.
Oleh karena itu, sangat penting membangun kerja sama berkelanjutan antara pemerintah dan sektor swasta untuk menggali potensi energi bersih yang bisa dikembangkan. Teknologi yang inovatif harus dikombinasikan dengan investasi, transformasi birokrasi, regulasi serta dukungan insentif baik fiskal maupun nonfiskal.
"Insentif selayaknya diberikan kepada mereka yang mengembangkan dan para pengguna. Dengan begitu, akan terjadi akselerasi penggunaan energi bersih dari hulu ke hilir mulai produsen hingga konsumen," kata Maulana.
Baca juga: Berdayakan UMKM, Cara Perkuat Keberlanjutan di Indonesia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya