JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, pemerintah Indonesia bisa meniru cara Inggris dalam mempercepat transisi energi.
Manajer Green Energy Transition Indonesia IESR Erina Mursanti menyebut, Inggris telah menerapkan konsep layanan jaringan listrik melalui penyimpanan baterai, dan fleksibilitas dalam merespon permintaan listrik. Lainnya, membangun jaringan interkoneksi untuk mendorong energi terbarukan.
Sementara itu, pemerintah tengah berencana membangun jaringan listrik hijau yang akan menghubungkan sistem kelistrikan mulai 2029.
Baca juga:
"Rencana ini juga mencakup pengembangan jaringan pintar (smart grid) dan pengoperasian pembangkit listrik yang fleksibel untuk mendukung integrasi energi terbarukan seperti angin dan surya," ujar Erina dalam keterangan tertulis, Jumat (13/12/2024).
"Indonesia dapat menjalin kerja sama dengan Inggris untuk mendapatkan dukungan finansial dan peningkatan kapasitas,” tambah dia.
Di sisi lain, IESR menggandeng pemerintah Inggris dalam proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI) untuk membantu Indonesia mempercepat transisi energi.
Menurutnya, peningkatan penggunaan energi terbarukan dengan cepat pada 2030 akan berdampak pada listrik terbarukan yang lebih kompetitif.
Selain itu, mendorong pengembangan hidrogen hijau, membuka potensi permintaan, serta memajukan dekarbonisasi industri untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060.
Erina menjelaskan, GETI bertujuan menerjemahkan jalur bersih, inklusif, dan sejahtera (CIPP) Indonesia dengan memobilisasi dukungan untuk mempercepat reformasi kebijakan bidang ketenagalistrikan.
Kedua, membentuk Indonesia Green Hydrogen Accelerator, dasar bagi pasar hidrogen hijau selaras dengan Strategi Hidrogen Nasional Indonesia 2023.
Menurut dia, Kebijakan Energi Nasional (KEN), RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) harus selaras dengan RPJPN dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Tingginya target energi terbarukan, dinilai bakal memberikan sinyal positif bagi investor untuk berinvestasi pada pengembangan energi terbarukan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengungkapkan pengakhiran operasional PLTU batu bara pada 2040 dan mencapai 100 persen energi terbarukan mungkin untuk direalisasikan.
Baca juga:
Hal ini disampaikannya merespons target pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka soal transisi energi.
"Pemerintah harus meningkatkan penggunaan energi terbarukan dengan cepat dalam lima tahun ke depan hingga mencapai 60 hingga 80 GW. Dengan lebih dari separuhnya berasal dari tenaga surya," jelas Fabby.
Fabby berpendapat, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) memiliki sumber daya melimpah dengan modal yang rendah. Teknologi ini dapat dikembangkan lebih cepat daripada teknologi energi terbarukan lainnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya