KOMPAS.com - Berbagai insentif yang diberikan kepada industri plastik menimbulkan kerugian ganda yakni membuat negara kehilangan potensi pajak dan berdampak buruk terhadap lingkungan.
Temuan tersebut mengemuka dalam laporan berjudul Plastik dan Ketidakadilan dalam Insentif Pajak dari lembaga penelitian dan advokasi kebijakan The Prakarsa.
Studi tersebut merupakan hasil kolaborasi dari The Prakarsa dan Nexus3 Foundation.
Baca juga: Bahan Kimia di Plastik Sebabkan Ratusan Ribu Kematian di Dunia
Dalam laporan tersebut, The Pakarsa menyebutkan, selama ini industri plastik menerima berbagai insentif mulai dari tax holiday hingga 20 tahun dan pembebasan bea masuk bahan baku.
Insentif pajak bagi industri plastik menimbulkan dampak finansial yang signifikan bagi pendapatan negara.
Potensi pendapatan pajak yang hilang dari insentif tersebut rata-rata mencapai 54 juta dollar AS atau sekitar Rp 810 miliar per tahun.
Kebijakan tersebut juga secara tidak langsung berkontribusi terhadap dampak eksternalitas negatif yang merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.
Baca juga: 4 Langkah Berkelanjutan Unilever, Tekan Konsumsi Plastik hingga Ambisi Capai NZE
Plastik sendiri terbukti merusak ekosistem dan membahayakan kesehatan manusia karena menjadi bahan kimia berbahaya yang mencemari lingkungan.
Menurut The Prakarsa, kerugian ekonomi akibat polusi plastik diperkirakan mencapai 450 juta dollar AS atau Rp 6,75 triliun per tahun.
Sektor-sektor yang terdampak langsung dari polusi plastik seperti perikanan, transportasi, dan pariwisata, mengalami kerugian besar.
Beban ini menambah tekanan pada anggaran pemerintah yang harus dialokasikan untuk mitigasi dampak polusi, serta mengurangi kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak.
Baca juga: Bagaimana Pasar Bisa Mengurangi Limbah Plastik?
Direktur Eksekutif The Prakarsa Ah Maftuchan mengatakan, plastik telah mencemari lingkungan secara signifikan.
Dia menambahkan, kerugian ekonomi akibat polusi plastik sangat signifikan dan menambah beban pada anggaran pemerintah.
"Insentif pajak yang diberikan pemerintah untuk alasan pertumbuhan ekonomi justru menciptakan eksternalitas negatif bagi lingkungan dan masyarakat," tulis Maftuchan dalam pengantar studi tersebut.
Berbagai insentif yang diberikan terhadap industri plastik tersebut bertolak belakang dengan upaya melawan limbah plastik.
Baca juga: Kurangi Sampah Plastik, Foopak dan Bluedoors Kolaborasi Luncurkan Kemasan Kopi Biodegradable
Sebab, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengatasi limbah plastik.
Pemerintah juga telah menetapkan target pengurangan limbah plastik dan mendorong ekonomi sirkular.
Akan tetapi, The Prakarsa menilai berbagai kebijakan tersebut hanya mengatasi persoalan di hilir. Sedangkan persoalan di hulu yakni industri plastik belum ditangani.
Maftuchan menyampaikan, ada ketidakselarasan antara kebijakan ekonomi dan tujuan lingkungan.
Baca juga: Langkah Kecil di Rumah, Kurangi Sampah Plastik Bersama Anak untuk Masa Depan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya