Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 24 Desember 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Berbagai insentif yang diberikan kepada industri plastik menimbulkan kerugian ganda yakni membuat negara kehilangan potensi pajak dan berdampak buruk terhadap lingkungan.

Temuan tersebut mengemuka dalam laporan berjudul Plastik dan Ketidakadilan dalam Insentif Pajak dari lembaga penelitian dan advokasi kebijakan The Prakarsa.

Studi tersebut merupakan hasil kolaborasi dari The Prakarsa dan Nexus3 Foundation.

Baca juga: Bahan Kimia di Plastik Sebabkan Ratusan Ribu Kematian di Dunia

Dalam laporan tersebut, The Pakarsa menyebutkan, selama ini industri plastik menerima berbagai insentif mulai dari tax holiday hingga 20 tahun dan pembebasan bea masuk bahan baku.

Insentif pajak bagi industri plastik menimbulkan dampak finansial yang signifikan bagi pendapatan negara. 

Potensi pendapatan pajak yang hilang dari insentif tersebut rata-rata mencapai 54 juta dollar AS atau sekitar Rp 810 miliar per tahun.

Kebijakan tersebut juga secara tidak langsung berkontribusi terhadap dampak eksternalitas negatif yang merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.

Baca juga: 4 Langkah Berkelanjutan Unilever, Tekan Konsumsi Plastik hingga Ambisi Capai NZE

Plastik sendiri terbukti merusak ekosistem dan membahayakan kesehatan manusia karena menjadi bahan kimia berbahaya yang mencemari lingkungan. 

Menurut The Prakarsa, kerugian ekonomi akibat polusi plastik diperkirakan mencapai 450 juta dollar AS atau Rp 6,75 triliun per tahun.

Sektor-sektor yang terdampak langsung dari polusi plastik seperti perikanan, transportasi, dan pariwisata, mengalami kerugian besar. 

Beban ini menambah tekanan pada anggaran pemerintah yang harus dialokasikan untuk mitigasi dampak polusi, serta mengurangi kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak.

Baca juga: Bagaimana Pasar Bisa Mengurangi Limbah Plastik?

Direktur Eksekutif The Prakarsa Ah Maftuchan mengatakan, plastik telah mencemari lingkungan secara signifikan.

Dia menambahkan, kerugian ekonomi akibat polusi plastik sangat signifikan dan menambah beban pada anggaran pemerintah. 

"Insentif pajak yang diberikan pemerintah untuk alasan pertumbuhan ekonomi justru menciptakan eksternalitas negatif bagi lingkungan dan masyarakat," tulis Maftuchan dalam pengantar studi tersebut.

Bertolak belakang

Berbagai insentif yang diberikan terhadap industri plastik tersebut bertolak belakang dengan upaya melawan limbah plastik.

Baca juga: Kurangi Sampah Plastik, Foopak dan Bluedoors Kolaborasi Luncurkan Kemasan Kopi Biodegradable

Sebab, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengatasi limbah plastik.

Pemerintah juga telah menetapkan target pengurangan limbah plastik dan mendorong ekonomi sirkular.

Akan tetapi, The Prakarsa menilai berbagai kebijakan tersebut hanya mengatasi persoalan di hilir. Sedangkan persoalan di hulu yakni industri plastik belum ditangani.

Maftuchan menyampaikan, ada ketidakselarasan antara kebijakan ekonomi dan tujuan lingkungan.

Baca juga: Langkah Kecil di Rumah, Kurangi Sampah Plastik Bersama Anak untuk Masa Depan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH Telusuri Sumber Gelondongan Kayu yang Terbawa Banjir Sumatera
KLH Telusuri Sumber Gelondongan Kayu yang Terbawa Banjir Sumatera
Pemerintah
AI Jadi Ancaman Jutaan Pekerjaan di Asia, Ini Peringatan PBB
AI Jadi Ancaman Jutaan Pekerjaan di Asia, Ini Peringatan PBB
Pemerintah
Asia Pasifik Diprediksi Makin Panas, Ancaman untuk Kesehatan dan Infrastruktur
Asia Pasifik Diprediksi Makin Panas, Ancaman untuk Kesehatan dan Infrastruktur
Pemerintah
Mikroplastik Cemari Pakan Ternak, Bisa Masuk ke Produk Susu dan Daging
Mikroplastik Cemari Pakan Ternak, Bisa Masuk ke Produk Susu dan Daging
LSM/Figur
Krisis Iklim Perparah Bencana di Asia Tenggara, Ketergantungan Energi Fosil Harus Dihentikan
Krisis Iklim Perparah Bencana di Asia Tenggara, Ketergantungan Energi Fosil Harus Dihentikan
LSM/Figur
Ada Perusahaan Sawit Diduga Beroperasi di Area Hutan dan Tak Lolos Verifikasi, Sertifikasi Dipertanyakan
Ada Perusahaan Sawit Diduga Beroperasi di Area Hutan dan Tak Lolos Verifikasi, Sertifikasi Dipertanyakan
Swasta
Emisi Kebakaran Hutan Global Jauh Lebih Tinggi dari Prediksi
Emisi Kebakaran Hutan Global Jauh Lebih Tinggi dari Prediksi
LSM/Figur
Indonesia Berpotensi Manfaatkan Panas Bumi Generasi Terbaru, Bisa Penuhi 90 Persen Kebutuhan Industri
Indonesia Berpotensi Manfaatkan Panas Bumi Generasi Terbaru, Bisa Penuhi 90 Persen Kebutuhan Industri
LSM/Figur
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Pemerintah
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Pemerintah
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
LSM/Figur
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Swasta
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Pemerintah
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Pemerintah
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau