Pada April, Uni Emirat Arab (UEA) menerima hujan yang lebat. Curah hujan setara akumulasi dua tahun jatuh hanya dalam satu hari.
Hujan yang sangat lebat tersebut membuat banjir bandang yang menyita perhatian internasional dan melumpuhkan bandara internasional Dubai.
Kenya juga mengalami banjir terburuk dalam beberapa dekade, mendatangkan bencana berturut-turut bagi negara Afrika Timur itu.
4 juta orang membutuhkan bantuan setelah banjir bersejarah menewaskan lebih dari 1.500 orang di Afrika Barat dan Tengah.
Eropa, terutama Spanyol, juga mengalami hujan lebat yang menyebabkan banjir bandang yang mematikan.
Afghanistan, Rusia, Brasil, China, Nepal, Uganda, India, Somalia, Pakistan, Burundi, dan AS termasuk di antara negara-negara lain yang mengalami banjir pada tahun 2024.
Baca juga: Natal 2024: PGI Ajak Umat Kristen Lebih Peduli Isu Perubahan Iklim
Permukaan laut yang lebih hangat menghasilkan energi bagi siklon tropis alias badai berkekuatan besar saat bergerak menuju daratan.
Badai besar dengan kekuatan di atas rata-rata sempat menghantam AS dan Karibia, terutama Milton, Beryl, dan Helene.
Filipina mengalami enam badai besar pada November saja, hanya dua bulan setelah mengalami Topan Yagi.
Pada Desember, para ilmuwan mengatakan pemanasan global berkontribusi dalam mengintensifkan Siklon Chino menjadi badai Kategori 4.
Baca juga: Apa Itu Kecemasan Iklim dan Bagaimana Mengatasinya?
Beberapa wilayah mungkin lebih basah karena perubahan iklim mengubah pola curah hujan. Tetapi yang lain menjadi lebih kering dan lebih rentan terhadap kekeringan.
Benua Amerika mengalami kekeringan parah pada 2024 dan kebakaran hutan membakar jutaan hektar di AS bagian barat, Kanada, dan lembah Amazon.
Antara Januari hingga September, lebih dari 400.000 kebakaran tercatat di seluruh Amerika Selatan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya