Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi: Kebun Sawit Bukan Hutan, Picu Kerusakan 3,2 Juta Hektare Lahan

Kompas.com - 03/01/2025, 13:48 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan, ada sekitar 3,2 juta hektare lahan mengalami deforestasi akibat ekspansi sawit skala besar.

Hal ini disampaikan, usai Walhi menyoroti rencana presiden memperluas lahan sawit.

Menurut Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri telah menegaskan bahwa sawit bukan tanaman hutan.

KLHK juga memerinci bahwa praktik kebun sawit yang ekspansif, monokultur, dan non prosedural di dalam kawasan hutan menimbulkan beragam masalah hukum, ekologi, hidrologi maupun sosial.

"Ini menunjukkan bahwa pernyataan presiden tidak berdasarkan data dan fakta yang diterbitkan pemerintah sendiri,” ujar Uli dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1/2025).

Uli menyampaikan, ekspansi perkebunan sawit akan makin memperpanjang rantai konflik agraria, kerusakan lingkungan, kebakaran hutan dan lahan, bencana ekologi, dan korupsi di sektor sawit.

Baca juga: Petani Kecil Berperan Penting dalam Industri Kelapa Sawit, Perlu Distribusi Keuntungan yang Merata 

Dalam pernyataannya, presiden meminta polisi dan tentara menjaga perkebunan sawit. Hal itu sudah berlangsung selama ini. Namun, Uli berkata bahwa selama ini aparat kepolisian dan TNI cenderung berpihak kepada perusahaan yang berkonflik agraria dengan masyarakat.

“Tidak berlebihan jika kami menganggap instruksi ini akan melegitimasi pendekatan keamanan dalam pelaksanaan operasi produksi perusahaan sawit, oleh aktor-aktor keamanan yang berpotensi akan membuat kasus-kasus intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap masyarakat semakin bertambah," ungkap dia.

Uli mengatakan, Special Rappourteurs, ahli independen yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB, dan kelompok kerja PBB sudah menyurati pemerintah Indonesia terkait masalah pelanggaran hak-hak masyarakat adat.

Special Rappourteurs juga menyoroti degradasi lingkungan hidup, intimidasi dan kriminalisasi terhadap para pembela hak asasi nanusia (HAM) di industri kelapa sawit, dan keprihatinan atas operasi raksasa kelapa sawit Indonesia.

"Lihat juga, surat publik dari lebih dari 30 organisasi menyoroti pelanggaran lingkungan hidup, hak asasi manusia, dan tata kelola yang dilakukan AAL dan menuntut RSPO karena melakukan tindakan greenwashing pada perusahaan kelapa sawit yang berkonflik," tutur dia.

Baca juga: Perkebunan Kelapa Sawit: Menyelamatkan yang Tersisa 

Diberitakan sebelumnya, presiden berpandangan tuduhan bahwa lahan sawit menyebabkan deforestasi adalah keliru karena menurutnya pohon kelapa sawit juga menyerap karbon dioksida.

"Saya kira ke depan kita harus tambah tanam kelapa sawit. Enggak usah takut apa itu katanya membahayakan, deforestation, namanya kelapa sawit ya pohon, ya kan?" demikian katanya dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Gedung Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).

"Benar enggak, kelapa sawit itu pohon, ada daunnya kan? Dia menyerap karbondioksida, dari mana kok kita dituduh yang mboten-mboten saja itu orang-orang itu," imbuh dia.

Presiden menyatakan, banyak negara yang berharap dari Indonesia dan bergantung kepada negeri yang kaya sumber daya ini, termasuk soal sawit. Ia mengaku sempat merasakan hal itu saat melakukan kunjungan kerja ke luar negeri.

"Banyak negara terlalu berharap ke Indonesia, saya sampai ngeri sendiri. Terutama mereka sangat membutuhkan kelapa sawit kita. Ternyata kelapa sawit jadi bahan strategis, banyak negara itu takut tidak dapat kelapa sawit," jelasnya.

Baca juga: Investor Bulgaria dan Indonesia Kerja Sama Perdagangan Produk Turunan Kelapa Sawit 10 Juta USD

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau