Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 3 Januari 2025, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menilai, penerapan cukai karbon kepada kendaraan bermotor bisa menambah pendapatan negara.

Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin mengatakan, menurut penghutingan, cukai karbon kendaraan bermotor lebih menguntungkan daripada penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.

"Potensi cukai ini sebesar Rp 92 triliun per tahun (netto), jauh lebih besar ketimbang tambahan 1 persen dari kenaikan PPN yang hanya Rp 67 triliun per tahun," ujar Ahmad sebagaimana dilansir Antara, Kamis (2/1/2025).

Baca juga: Penangkap Karbon Dinilai Jadi Upaya Memperpanjang Industri Fosil 

Di satu sisi, pemangkasan emisi karbon juga menjadi salah satu amanat untuk memerangani krisis iklim yang terjadi.

Dengan penerapan cukai karbon, upaya tersebut dapat memicu pendapatan pemerintah dari sektor otomotif sekaligus memitigasi emisi.

Ahmad berujar, apabila cukai karbon diterapkan di seluruh sektor pembangunan dan industri, maka akan semakin besar pendapatan yang diperoleh.

Jumlah tersebut, lanjutnya, adalah netto setelah dikurangi insentif fiskal yang dialokasikan sebagai reward bagi kendaraan emisi karbon rendah atau net-zero emission vehicle (net-ZEV).

Net-ZEV adalah tren global saat ini yang mengandalkan tenaga penggerak berupa motor listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).

"Efisiensi energi adalah keniscayaan demi ketahanan energi nasional sekaligus mencegah menyublimnya pendapatan pemerintah akibat beban penyediaan pasokan energi (BBM) nasional," papar Ahmad.

Baca juga: Warga Inggris Produksi Emisi Karbon 23 Kali Lebih Banyak pada Natal

Dampak kesehatan

Menurut studi Institute for Essential Services Reform (IESR), Center of Reform on Economics (CORE Indonesia), KPBB, dan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI), peningkatan kualitas BBM juga bisa menghemat biaya kesehatan Rp 550 miliar setiap tahunnya di Jakarta.

Kajian tersebut menunjukkan pengetatan standar kualitas BBM setara Euro IV berdampak signifikan terhadap pengurangan polusi udara.

Sehingga, kualitas kesehatan masyarakat dapat meningkat karena menurunkan biaya sosial dan ekonomi yang diakibatkan karena pengeluaran biaya kesehatan.

Selain itu, dampak pengetatan standar kualitas BBM juga mencegah hilangnya kesempatan ekonomi, mencegah kerusakan lingkungan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan, sekitar 45 persen polusi udara di Jakarta berasal dari sektor transportasi. 

Baca juga: Jepang Targetkan Potong Emisi Karbon hingga 60 Persen pada 2035

Fabby mengungkapkan, mayoritas BBM di pasar Indonesia, seperti Pertalite dan Pertamax, memiliki kualitas rendah yang diindikasikan dari kandungan sulfur mencapai 150–400 ppm, jauh di atas standar Euro IV. 

Sulfur merupakan komponen alami minyak mentah yang terdapat pada bensin dan diesel. Saat dibakar, sulfur menghasilkan emisi berupa sulfur dioksida.

Untuk itu, ia mendorong penurunan kandungan sulfur dengan memperketat standar kualitas BBM, seperti menerapkan Euro IV yang membatasi sulfur maksimal 50 ppm.

"Polusi udara menyebabkan kerugian perekonomian yang meningkatkan biaya kesehatan, menurunkan produktivitas masyarakat dan kerusakan lingkungan," kata Fabby dikutip dari siaran pers, Selasa (19/11/2024). 

Baca juga: Label Emisi Penerbangan Bakal Diluncurkan di Eropa, Penumpang Bisa Bandingkan Jejak Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
Pemerintah
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Pemerintah
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Pemerintah
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
LSM/Figur
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
Pemerintah
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Pemerintah
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
Pemerintah
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
Pemerintah
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau