Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yayasan Konservasi Alam Nusantara
Organisasi Nirlaba

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014.

Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi www.YKAN.or.id.

kolom

Perkebunan Kelapa Sawit: Menyelamatkan yang Tersisa

Kompas.com - 27/03/2024, 11:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Yohanes Ryan*

KELAPA sawit adalah komoditas perkebunan unggulan yang merupakan salah satu andalan penyumbang ekspor Indonesia.

Sebagai negara eksportir kelapa sawit terbesar di dunia (Kementan, 2020) yang mencapai 53,46 persen dari total nilai ekspor global, nilai ekonominya mencapai 17,36 miliar dollar AS sehingga berdampak besar pada ekonomi.

Belakangan, desakan untuk memerhatikan aspek keberlanjutan dianggap menekan masa depan industri kelapa sawit Indonesia.

Laporan Newforesight (2022) menunjukkan bahwa negara-negara di Eropa menjadi garda terdepan yang berbicara isu kelapa sawit berkelanjutan dalam dua dawasarsa terakhir.

Beleid terkini nomor 1115 yang dikeluarkan pada 31 Mei 2023, menyatakan bahwa produk yang masuk pasar Uni Eropa harus berstatus bebas deforestasi.

Dewan Uni Eropa ingin memastikan bahwa konsumsi produk mereka tidak terkait dengan emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim, khususnya yang disebabkan dari perubahan penutupan lahan dan pembukaan hutan.

Kondisi di Indonesia, saat ini diketahui pembangunan perkebunan kelapa sawit masih didominasi melalui ekstensifikasi dengan membuka lahan baru. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya luasan perkebunan yang tidak linier dengan produktivitas lahan.

Artikel bertajuk Fostering a climate-smart intensification for oil palm menemukan bahwa produktivitas perkebunan besar dan perkebunan rakyat di Indonesia masih berada di bawah target optimal panen, yaitu 70 persen tanaman yang matang bisa dipanen.

Pada artikel yang diterbitkan Maret 2021 di jurnal Nature Sustainability tersebut, perkebunan rakyat, hasil panennya hanya separuh (53 persen) dari target optimal.

Temuan tersebut diperkuat dengan data statistik perkebunan pada tahun 2021, yang menunjukkan terdapat 458.000 hektare perkebunan rakyat yang berstatus tidak menghasilkan.

Nilai tersebut, naik hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya di mana total tanaman yang tidak menghasilkan ada di angka 297.000 hektare pada 2020. Artinya perkebunan kelapa sawit yang dikelola petani individu, produktivitasnya masih jauh panggang dari api.

Model budi daya dan produktivitas untuk perkebunan rakyat ini penting dibahas, karena rata-rata mereka mengandalkan perkebunan dengan ekstensifikasi.

Bisa dilihat fakta bahwa tiap tahunnya terjadinya peningkatan luas perkebunan kelapa sawit, yaitu 16,8 juta hektare (2022) dari 14,9 juta hektare (2021). Kenaikan ini terjadi di tingkat petani maupun di tingkat pekebun besar.

Pemerintah menargetkan produksi minyak mentah kelapa sawit hingga 60 juta ton per tahun pada 2030. Tahun lalu (2022), BPS mencatat angka produksi Indonesia sudah mencapai 45,58 juta ton per tahun. Tak jauh dari target produksi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com