KOMPAS.com - Kelapa sawit menjadi penopang ekonomi Indonesia. Meskipun belum sepenuhnya berkelanjutan, sektor industri kontroversial ini menunjukkan kemajuan. Karenanya, penting untuk mendukung bukan hanya sisi bisnis, tetapi juga perjalanannya menuju keberlanjutan.
Herry Purnomo, ilmuwan senior Center for International Forestry Research - International Center for Research in Agroforestry (CIFOR-ICRAF) yang juga guru besar di IPB University mengatakan, perluasan kelapa sawit dalam 20 tahun memicu 3 juta hektar deforestasi.
Namun demikian, tren deforestasi itu berubah. "Deforestasinya masih ada, tetapi semakin turun. Artinya kerja-kerja yang dilakukan peneliti, LSM, RSPO (Round of Sustainable Palm Oil), KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) membuahkan hasil," ungkap Herry.
Dua perbaikan lain adalah legalitas dan keterlacakan. Semakin banyak pelaku usaha sawit, termasuk smallholders (pemilik kebun dengan luasan kurang dari 2 hektar) mengupayakan legalitas. Semakin banyak produk sawit yang mencantumkan asal usul pembudidayaannya.
Baca juga: Petani Kecil Berperan Penting dalam Industri Kelapa Sawit, Perlu Distribusi Keuntungan yang Merata
"Kalau dihitung sejak 2020, hanya 1-2 persen produk kelapa sawit yang dihasilkan dari lahan yang berasal dari konversi," kata Herry. Jumlah tersebut menunjukkan penurunan signifikan dari 54 persen pada 1995-200 dan 14 persen pada tahun 2010.
"Jadi jangan membela sawit dengan cara yang salah," kata Herry ketika dihubungi Kompas.com pada Jumat (3/1/2025).
"Produk sawit yang beredar saat ini, dari 100 mungkin hanya 2 yang terkait langsung dengan deforestasi. Jangan mengatakan bagus semua, deforestasi tidak apa-apa, sebab jika seperti itu sawit yang bagus jadi ternoda."
Narasi yang perlu dikembangkan saat ini adalah bahwa mungkin mendorong ekonomi sawit yang berkelanjutan. Pemerintah perlu mendorong agar industri sawit terus berkembang sekaligus mengupayakan nol deforestasi.
Baca juga: Investor Bulgaria dan Indonesia Kerja Sama Perdagangan Produk Turunan Kelapa Sawit 10 Juta USD
"Kalau kebun masyarakat yang melanggar, pemerintah bisa melakukan pembinaan. Kalau korporasi besar bisa dikasih sanksi atau hukuman. Jadi bukan dengan malah mengatakan deforestasi tidak apa-apa," ujar Herry.
Bayang-bayang Praktik Deforestasi
Menegaskan perlunya nol deforestasi dalam perkebunan sawit penting. Sebab, meski angka deforestasi dalamn jangka panjang menurun, ada gejala kembalinya praktik pembukaan hutan untuk kebun sawit.
KLHK mengungkap, deforestasi Indonesia pada tahun 2020-2021 adalah 113.500 hektar sementara pada tahun 2021-2022 adalah 104.000 hektar. Berdasarkan jumlah itu, maka penurunannya adalah 8,4 persen.
Namun, Herry mengatakan, "Meskipun deforestasi karena sawit menurun, sawit tetap menjadi pendorong deforestasi utama." Sekitar 21 persen lahan sawit baru yang ada dibuat di atas lahan hasil konversi.
Irfan Bakhtiar, Direktur Transformasi WWF Indonesia pada Sabtu (4/1/2025) mengatakan, "Untuk mendukung perekonomian, sebaiknya dilakukan intensifikasi perkebunan kelapa sawit, terutama sawit rakyat."
"Peningkatan produktivitas melalui peremajaan sawit rakyat, penyediaan pupuk ramah lingkungan dan terjangkau harganya, serta program-program intensifikasi lainnya mestinya menjadi pilihan, dibandingkan dengan menambah luasan kebun sawit," terangnya.
Irfan menuturkan, pengembangan kelapa sawit untuk ekonomi pada dasarnya tidak salah. Namun, praktik mengonversi hutan dan lahan gambut, dikembangkan hanya oleh perusahaan besar, dan praktik monokultur dalam luasan besar membuatnya bermasalah.
Pihaknya mendorong praktik perkebunan kelapa sawit dengan melibatkan masyarakat, termasuk masyarakat adat. Selain itu, dia juga mendorong pendekatan agroforestry atau mencampur kebun dengan tanaman lain yang juga punya nilai ekonomi.
Baca juga: Deforestasi, 1,9 Juta Hektare Hutan Indonesia Rusak Dalam 2 Tahun
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya