KOMPAS.com - Kelapa sawit tetap menjadi penopang penting perekonomian Indonesia, tetapi ekspansinya sejak lama terkait erat dengan deforestasi.
Walaupun kemajuan signifikan telah dicapai dalam mengurangi dampak negatif tersebut, munculnya retorika dan tren yang meremehkan deforestasi mengancam keberlanjutan industri dan pelestarian lingkungan.
Kita punya kebutuhan mendesak untuk melawan narasi yang muncul yang dapat memicu kembali pembukaan hutan.
Kemajuan yang Telah Dicapai
Industri kelapa sawit Indonesia telah menunjukkan perbaikan penting dalam beberapa tahun terakhir. Pencapaian utama meliputi:
1. Penurunan Tingkat Deforestasi
Walaupun ekspansi kelapa sawit selama dua dekade terakhir memicu deforestasi sekitar 3 juta hektar, tren ini sekarang berbalik arah.
Data menunjukkan bahwa hanya 1-2 persen produk kelapa sawit setelah tahun 2020 berasal dari lahan konversi hutan, penurunan tajam dari 54 persen pada 1995-2000 dan 14 persen pada 2010.
Seperti yang dinyatakan Herry Purnomo, ilmuwan senior di Center for International Forestry Research - International Center for Research in Agroforestry (CIFOR-ICRAF) dan guru besar di IPB University, “Deforestasinya masih ada, tetapi semakin turun. Artinya kerja-kerja yang dilakukan peneliti, LSM, RSPO (Round of Sustainable Palm Oil), dan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) membuahkan hasil.”
2. Peningkatan Legalitas dan Keterlacakan
Semakin banyak pelaku usaha sawit, termasuk petani kecil (petani dengan lahan kurang dari 2 hektar), yang mengupayakan legalitas. Keterlacakan asal usul produk kelapa sawit juga semakin meningkat.
3. Pertumbuhan Sertifikasi RSPO
Luas perkebunan yang bersertifikasi RSPO terus bertambah, meskipun total area bersertifikat masih relatif kecil. Ini menunjukkan komitmen terhadap praktik berkelanjutan di sebagian industri.
Kemajuan ini menawarkan harapan bahwa sektor kelapa sawit dapat dikelola dengan lebih bertanggung jawab, menyeimbangkan manfaat ekonomi dengan perlindungan lingkungan.
Baca juga: Jangan Balikkan Kemajuan, Jangan Dukung Sawit dengan Cara Salah
Ancaman dan Tantangan yang Muncul
Terlepas dari kemajuan tersebut, beberapa tren dan tantangan yang mengkhawatirkan menuntut perhatian segera:
1. Retorika yang Meremehkan Deforestasi
Pernyataan yang meremehkan deforestasi, seperti yang dibuat oleh tokoh publik, berisiko memicu kembali pembukaan hutan.
Menyamakan perkebunan kelapa sawit dengan hutan alam menunjukkan kesalahpahaman yang parah.
Hutan adalah ekosistem kompleks yang kaya akan keanekaragaman hayati, sementara perkebunan kelapa sawit adalah monokultur yang rentan secara ekologis dan tidak dapat menyamai fungsi hutan alam.
Seperti yang dijelaskan Wong Ee Lynn kepada Malaysia Kini, “Perkebunan merupakan ancaman langsung bagi hutan.” Dia lebih lanjut menguraikan perbedaan ekologis, dengan menyatakan bahwa “ekosistem hutan yang beragam menyediakan keseimbangan alami untuk menjaga kesehatan tanah dan tanaman.”
2. Potensi Peningkatan Deforestasi di Tingkat Global
Ancaman deforestasi tidak terbatas di Indonesia. Negara-negara seperti Brasil dan Kongo juga menghadapi tekanan untuk membuka lahan hutan untuk tujuan ekonomi, termasuk produksi minyak nabati lainnya seperti kedelai dan kelapa sawit. Ini menggarisbawahi bahwa deforestasi adalah masalah global yang membutuhkan kerja sama internasional.
3. Intensifikasi vs. Ekspansi
Beberapa pihak menganjurkan intensifikasi perkebunan kelapa sawit yang sudah ada, terutama yang dimiliki oleh petani kecil, daripada membuka lahan baru. Intensifikasi dapat dicapai melalui penanaman kembali dengan varietas yang menghasilkan lebih tinggi, penyediaan pupuk ramah lingkungan, dan penerapan program peningkatan produktivitas lainnya.
Irfan Bakhtiar, Direktur Transformasi WWF Indonesia, menekankan pentingnya “intensifikasi perkebunan kelapa sawit, terutama perkebunan rakyat,” menganjurkan “peningkatan produktivitas melalui peremajaan kelapa sawit rakyat, penyediaan pupuk ramah lingkungan dan terjangkau harganya, dan program intensifikasi lainnya.”
4. Keterlibatan Masyarakat dan Agroforestri
Melibatkan masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat, dalam pengelolaan kelapa sawit sangat penting. Mengadopsi pendekatan agroforestri, yang mengintegrasikan kelapa sawit dengan tanaman bernilai ekonomi lainnya, juga dapat menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan.
Baca juga: Kalau Lebih Berkelanjutan, Sawit Indonesia Bisa Jadi Contoh Dunia
Mengapa Deforestasi Tetap Menjadi Masalah Penting
Bahkan dengan berkurangnya deforestasi yang terkait dengan kelapa sawit, deforestasi tetap menjadi masalah lingkungan yang serius karena beberapa alasan:
1. Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Hutan adalah rumah bagi sejumlah besar spesies tumbuhan dan hewan. Deforestasi menghancurkan habitat dan mengancam banyak spesies dengan kepunahan.
2. Perubahan Iklim
Hutan memainkan peran penting dalam menyerap karbon dioksida, gas rumah kaca utama. Deforestasi melepaskan karbon yang tersimpan di hutan ke atmosfer, mempercepat perubahan iklim.
3. Erosi dan Degradasi Tanah
Hutan melindungi tanah dari erosi. Deforestasi membuat tanah gundul dan rentan, mengurangi kesuburannya dan mengancam produktivitas pertanian.
4. Pengurangan Kualitas Air
Hutan berfungsi sebagai daerah aliran sungai dan meningkatkan kualitas air. Deforestasi dapat mencemari sumber air dan mengurangi ketersediaan air bersih.
Baca juga: Walhi: Kebun Sawit Bukan Hutan, Picu Kerusakan 3,2 Juta Hektare Lahan
Indonesia Bisa Jadi Contoh
Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemimpin global dalam pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan.
Kemajuan yang telah dicapai harus dilindungi dan ditingkatkan. Sangat penting untuk menolak narasi yang meremehkan deforestasi dan mempromosikan praktik yang lebih berkelanjutan, termasuk intensifikasi perkebunan, keterlibatan masyarakat, dan agroforestri.
Dengan komitmen yang kuat dan tindakan yang tegas, Indonesia dapat menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan dapat berjalan seiring.
Seperti yang dikatakan Herry, “Kita bisa jadi mercusuar negara berkembang. Kita bisa kelola lebih baik daripada Brasil dan Malaysia, bisa jadi contoh untuk negara-negara Afrika dan Amerika Latin.”
Catatan:
Artikel ini adalah rangkuman dari 4 artikel yang telah terbit di Kompas.com sebelumnya dengan judul:
Jangan Balikkan Kemajuan, Jangan Dukung Sawit dengan Cara yang Salah
Kalau Lebih Berkelanjutan, Sawit Indonesia Bisa Jadi Contoh Dunia
Sebanyak Apapun, Sawit Tetap Bukan Hutan, Kenapa?
Lama Lumayan Lega, Indonesia dan Brasil Kini Dihantui Deforestasi Lagi
Proses merangkum dibantu Google Gemini. Perangkuman terbatas pada artikel di atas. Proses penulisan dan penyuntingan artikel sebelumnya sepenuhnya dilakukan oleh manusia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya