KOMPAS.com - Tiga organisasi masyarakat sipil mengkritik pembangunan hotel di dekat Pantai Berawa, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Ketiga organisasi tersebut adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali, dan Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (Kekal) Bali.
Direktur Eksekutif Walhi Bali Made Krisna Bokis Dinata menyoroti sumber air yang akan digunakan oleh hotel tersebut.
Baca juga: Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali Capai 75 Persen Target Investasi
Krisna menyebut ada ketidakjelasan mengenai sumber air dan ketidaklengkapan surat dalam dokumen Formulir Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) yakni surat permohonan menjadi pelanggan perusahaan air minum daerah.
"Bali ini sudah krisis air. Proyek seperti hotel jelas rakus air," kata Krisna dikutip dari siaran pers, Selasa (7/1/2025).
Krisna mengungkapkan, pembangunan hotel justru akan memperburuk situasi Bali yang sudah overtourism (pariwisata berlebihan), overbuild (pembangunan berlebihan), dan overdevelopment (pengembangan berlebihan).
Sebab, kata Krisna, lokasi proyek merupakan daerah yang padat dan pertumbuhan akomodasi pariwisatanya sangat masif.
Baca juga: Luncurkan Pusat Penelitian Rumput Laut di Bali, PT SIWA Dorong Pengembangan Ekonomi Pesisir
Krisna menambahkan, alih fungsi lahan terus terjadi di Bali karena pembangunan pariwisata dan terbukti merusak lingkungan.
"Bahkan sosial budaya seperti banyaknya kasus-kasus wisatawan mancanegara yang kerap bermasalah di Bali menunjukan bahwa hadirnya proyek pembangunan seperti hotel tidaklah menjadi urgensi, namun justru akan memperburuk situasi," papar Krisna.
Angga Krisna dari Frontier Bali menuturkan, lokasi proyek pembangunan hotel tersebut rawan bencana.
Selain itu, dia juga menyebutkan ada dugaan pelanggaran tata ruang pada sempadan pantai berdasarkan ketentuan 100 meter ke arah darat dari titik pasang tertinggi indikatif.
Baca juga: Komitmen Selamatkan Ekosistem Pesisir, Bulog Tanam 570 Mangrove di Bali
"Mestinya hal tersebut sudah mampu meyakinkan jika proyek ini tidak layak," ucap Angga.
Divisi Advokasi Kekal Bali I Made Juli Untung Pratama berujar, Kabupaten Badung merupakan salah satu kontributor pertumbuhan jumlah hotel berbintang dan kamar hotel non-bintang serta akomodasi lainnya tertinggi di Bali.
Dia memamparkan, masifnya pengembangan hotel akan semakin merusak ekologi dan alam Bali.
Menurut catatan KEKAL Bali, jumlah hotel berbintang di Bali sebanyak 541 pada 2023 dan terdapat 66.340 kamar hotel non-bintang pada 2020.
Baca juga: Agroforestri Salak Bali Ditetapkan Jadi Warisan Pertanian Dunia
Jumlah tersebut meningkat antara dua sampai tiga kali lipat dibandingkan sekitar 20 tahun terakhir.
"Selanjutnya penelitian dari Departemen Sains dan Informasi UGM (Universitas Gadjah Mada) mengungkapkan perubahan masif di sekitar wilayah pesisir Kecamatan Mengwi dan Kecamatan Kuta Utara yang merupakan wilayah dari lokasi proyek ini," papar Juli Untung.
Pada 2000 ke tahun 2015, alih fungsi lahan sawah menjadi bangunan permukiman sebesar 25 persen dari total luas wilayah.
Kondisi tersebut, ucap Juli Untung, menjadi catatan yang buruk terkait keadaan lingkungan di Bali.
"Terlebih daya dukung Bali telah terlampaui," kata Juli Untung.
Baca juga: Warga Pulau Pari Kerap Diintimidasi, Dompet Dhuafa-Walhi Gelar Advokasi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya