Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Karbon Biru Membuat Warga Kolumbia Bahagia?

Kompas.com, 9 Januari 2025, 09:12 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Editor

KOMPAS.com - Kolombia kini berhasil menjadi pionir dari sebuah program inovatif yang berfokus pada pelestarian mangrove. Proyek karbon biru atau blue carbon mereka sudah diakui keberhasilannya dalam menyelamatkan lingkungan sekaligus menyejahterakan masyarakat lokal yang ada di sekitar proyek tersebut.

Terlebih, proyek ini juga mampu melibatkan masyarakat secara langsung sembari menggandeng berbagai pihak berkepentingan lainnya seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, hingga ilmuwan.

Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Lalu seberapa besar keuntungan yang diperoleh masyarakat? Apa kunci keberhasilannya? Mari kita simak uraiannya dalam artikel berikut.

Kerusakan dan harapan dari benteng alami

Ekosistem mangrove dengan kemampuannya menjadi benteng alami antara daratan dan lautan kini sudah banyak dipahami sebagai harta karun keanekaragaman hayati dunia. Ratusan spesies unik, dengan beberapa di antaranya berstatus terancam punah, menggantungkan hidupnya pada mangrove.

Di sisi lain, mangrove juga menjadi pelindung alami bagi 15 juta manusia di seluruh dunia. Beragam bencana alam seperti abrasi dan badai mampu diredam melalui mangrove. Sebuah hitungan ekonomi menyebutkan bahwa keberadaan mangrove mampu mengurangi kerugian akibat kerusakan properti sebesar 65 miliar dollar AS.

Sayangnya, segala manfaat luar biasa dari mangrove tersebut terancam oleh beragam aktivitas manusia. Lihat saja bagaimana lebih dari setengah luas lahan mangrove yang masih bisa dipulihkan telah hilang (408.300 hektar).

Penebangan habis-habisan oleh manusia untuk berbagai tujuan seperti akuakultur, perkebunan kelapa sawit, dan pertanian padi, membuat lahan mangrove bak menguap begitu saja. Di sisi lain, perubahan iklim yang terjadi dengan sangat ekstrem telah membuat kerusakan tersebut terjadi semakin cepat.

Untungnya, menurut Emily Kelly, Lead, Blue Carbon, Ocean Action Agenda di World Economic Forum dan Paula Cristina Sierra-Correa, Head of Ocean Management Research and Information di INVEMAR di laman World Economic Forum, "Diperkirakan masih terdapat 147.000 kilometer persegi ekosistem mangrove di seluruh dunia, sebuah area seukuran Bangladesh."

Hutan biru

Hutan mangrove yang belakangan mulai dikenal dengan sebutan "hutan biru" memang telah mendapatkan perhatian global karena semakin besarnya kesadaran masyarakat tentang perannya dalam menghadapi perubahan iklim.

Kemampuannya untuk menyimpan karbon yang hingga lima kali lipat lebih besar dibandingkan dengan hutan hujan tropis semakin membuat mangrove menjadi aset yang semakin berharga.

Maka wajar rasanya jika komunitas lokal, lembaga swadaya masyarakat, ilmuwan, pemuda, hingga pemerintah saat ini memiliki pandangan yang sama dalam upaya untuk melindungi hutan biru tersebut.

Hal ini pula yang pada akhirnya membuat mangrove menjadi isu penting yang dibahas di berbagai forum internasional. Misalnya, sebelum Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB 2024 (COP16) di Kolombia, 83 persen pemerintah memasukkan mangrove dan lahan basah lainnya ke dalam rencana keanekaragaman hayati nasional mereka.

Demikian halnya menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) di Azerbaijan, mangrove dan ekosistem pesisir lainnya dilaporkan menjadi bagian (66 persen) dari kontribusi nasional yang telah ditentukan di bawah Perjanjian Paris.

Lalu, mungkinkah kita menciptakan sebuah proyek karbon biru yang berkualitas tinggi sekaligus mampu menguntungkan dan memaksimalkan komunitas lokal? Mari kita simak pelajaran dari Kolombia.

Vida Manglar dan pendekatan lintas sektornya

Inisiatif Vida Manglar, yang berarti "kehidupan mangrove" dalam Bahasa Spanyol telah hadir sebagai sebuah contoh nyata sebuah program kolaborasi lintas sektor dalam upaya pelestarian dan rehabilitasi ekosistem mangrove.

Baca juga: Cegah Abrasi, Restorasi Mangrove di Demak Segera Dilakukan

Proyek ambisius tersebut, yang dilakukan di Teluk Cispatá di cekungan Sungai Sinú, Kolombia, merupakan hasil kerjasama antara pemerintah, lembaga penelitian, organisasi nirlaba, dan masyarakat lokal.

Mereka adalah Conservation International, Kementerian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Kolombia, Yayasan Omacha, Instituto de Investigaciones Marinas y Costeras (INVEMAR), dan Corporación Autónoma Regional de los Valles del Sinú y del San Jorge.

Kelima unsur tersebut, dengan kerjasama yang apik, sanggup merancang sebuah model pengelolaan mangrove yang berkelanjutan dalam wujud Vida Manglar. 

Tujuan utama dari proyek Vida Manglar sendiri adalah untuk melestarikan dan merehabilitasi 7.500 hektar ekosistem mangrove dengan ribuan hektar di antaranya merupakan hutan mangrove yang rusak.

Salah satu hal yang paling menonjol dari Vida Manglar adalah keberhasilannya melibatkan masyarakat lokal di Cispata, yang jumlahnya mencapai 12.000 jiwa. Mereka semua sadar bahwa proyek tersebut tidak hanya melindungi pantai dan meningkatkan keamanan pangan, tapi juga memberikan peluang kerja.

Bahkan, ada 435 keluarga yang telah mendapatkan manfaat langsung melalui program insentif. Termasuk pelatihan keterampilan dan akses ke alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan.

INVEMAR, salah satu mitra kunci dalam proyek ini, telah memainkan peran yang sangat penting dalam membangun kapasitas masyarakat. Melalui lebih dari 100 lokakarya dan sesi pelatihan, INVEMAR telah berhasil memberdayakan lebih dari 1.000 orang, termasuk perempuan (42 persen), untuk berperan aktif dalam pengelolaan mangrove.

Salah satu inovasi yang paling menarik dari proyek Vida Manglar adalah pemanfaatan mekanisme pendanaan karbon. Dengan menjual kredit karbon berkualitas tinggi di pasar karbon sukarela, proyek ini tidak hanya mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk kegiatan konservasi, tetapi juga menciptakan insentif bagi masyarakat untuk terus terlibat dalam upaya pelestarian mangrove.

"Dari kredit ini, 92 persen pendapatannya dikembalikan ke masyarakat. Model ini memungkinkan manfaat karbon ekosistem untuk mengarah pada investasi lebih lanjut dalam manfaat inti bagi masyarakat," jelas Kelly dan Sierra-Correa

Kuncinya kepemimpinan dan kolaborasi yang kuat

Upaya pelestarian dan rehabilitasi ekosistem mangrove tidak dapat dicapai secara individual, melainkan membutuhkan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak. Dialog lintas sektor, yang melibatkan komunitas lokal, pengembang proyek, pemerintah, pemodal, LSM, ilmuwan, dan pemangku kepentingan lainnya, menjadi kunci keberhasilan dalam meningkatkan kesehatan dan keberlanjutan hutan bakau.

Baca juga: Hutan Mangrove Lindungi Pesisir dari Tsunami, Tapi Terancam Hilang

Kolombia telah memberikan contoh yang baik dalam upaya pelestarian mangrove. Pada Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP16), pemerintah Kolombia bersama dengan INVEMAR dan World Economic Forum meluncurkan National Blue Carbon Action Partnership.

Inisiatif ini merupakan langkah penting untuk mempercepat aksi karbon biru di Kolombia dan menyinergikan upaya pelestarian mangrove dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang lebih luas.

Keberhasilan Kolombia dalam melestarikan dan merehabilitasi hutan bakau memberikan harapan bagi negara-negara lain. Target global untuk melindungi 30 persen daratan dan lautan pada tahun 2030, yang disepakati dalam COP15, semakin dekat untuk dicapai.

Dengan mempercepat upaya konservasi dan restorasi mangrove yang digerakkan oleh masyarakat, kita dapat berkontribusi secara signifikan dalam mencapai target ambisius ini.

"Dengan kepemimpinan kuat dari masyarakat, komitmen pemerintah, dan dukungan lembaga keuangan, LSM, ilmuwan, dan ahli lainnya, ekosistem mangrove dapat mendukung komunitas, keanekaragaman hayati, dan planet yang sehat," pungkas Kelly dan Sierra-Correa. (Adi S/National Geographic Indonesia)

Baca juga: CarbonEthics Raup Rp 31,8 Miliar Kembangkan Karbon Biru

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau