Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herman Agustiawan

Anggota Dewan Energi Nasional periode 2009-2014

Swasembada Energi Bukan Mimpi (4)

Kompas.com - 16/01/2025, 17:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sementara itu, setelah terjadi kecelakaan akibat gempa dan tsunami yang melanda PLTN di Fukushima, Jepang (Maret 2011), sebagian besar PLTN Jepang ditutup.

Pada tahun 2013 dan 2014 tidak ada PLTN yang beroperasi, dan pada tahun 2015 pemerintah Jepang memutuskan untuk mengoperasikan kembali beberapa PLTN-nya.

Dari total sekitar 50-an unit PLTN pada saat itu, kini hanya 13 unit yang beroperasi dengan total kapasitas 12.433 MW atau sekitar 3,9% dari total konsumsi energi Jepang.

Hal ini mengakibatkan produk-produk Jepang seperti elektronik, otomotif, peralatan rumah tangga, dan sebagainya, tersaingi oleh Korea Selatan dan China.

Baca juga: Dewan Energi Nasional Usul Bangun 29 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

 

Pasar global telah dibanjiri oleh produk-produk dari dua negara tersebut. Sementara, Jepang kini fokus pada efisiensi dan konservasi energi.

Meski Indonesia memiliki pertumbuhan konsumsi energi yang relatif stabil (4,49 persen) tetapi masih terlalu rendah. Hal ini karena sebagai negara dengan jumlah populasi keempat terbesar dunia, tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya masih sangat rendah.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia harus tinggi untuk menciptakan langan kerja. Hal ini memerlukan banyak tambahan pasokan energi, utamanya di sektor transportasi dan industri yang bisa memberikan kontibusi sekitar 60 persen terhadap PDB.

Agar bauran energi Indonesia menjadi lebih baik dan perekonomian yang lebih kompetitif, beberapa program yang diperlukan antara lain:

  1. Divesifikasi energi. Negara dengan sumber energi beragam lebih tahan terhadap fluktuasi pasar energi global;
  2. Peningkatan porsi EBT dalam bauran energi menjamin keberlanjutan dan ketahanan energi;
  3. Gas harus menjadi tulang punggung energi transisi;
  4. PLTN dalam RUPTL adalah suatu keniscayaan untuk Swasembada Energi.

Rasio Produksi terhadap Konsumsi Energi

Rasio antara output ekonomi (PDB) dan konsumsi energi, atau yang sering disebut Intensitas Energi, adalah salah satu indikator penting dalam menilai efisiensi penggunaan energi di suatu negara. Pada negara swasembada energi, intensitas energi biasanya rendah.

Ini berarti negara tersebut mampu menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi dengan jumlah konsumsi energi yang rendah/efisien.

Negara yang bergantung pada impor energi biasanya memiliki intensitas energi tinggi, terutama jika infrastruktur energi kurang efisien atau jika sektor ekonomi bergantung pada industri yang padat energi.

Karakteristik intensitas energi pada negara swasembada energi ditandai oleh efisiensi penggunaan energi tinggi, diversifikasi pelaku ekonomi di bidang produk dan jasa, dan peningkatan produktivitas dengan memanfaatkanan teknologi canggih dan manajemen energi cerdas.

Baca juga: Emisi dari Energi Jerman Turun Drastis, tetapi Mandek di Transportasi

Suatu negara dikatakan ideal jika intensitas energinya di bawah 1. Pada grafik berikut ini diperlihatkan Indonesia yang memiliki nilai intensitas sekitar 1,8 dan dikategorikan boros.

Negara yang memiliki intesitas energi di bawah atau hampir 1 adalah Amerika, Jepang dan Inggris.

Kementerian ESDM, diolah Tabel Intensitas Energi

Tabel Intensitas Energi di beberapa negara

Kesimpulannya, bauran energi yang “sehat” akan menghasilkan intensitas energi yang rendah dan ketahanan energi yang tinggi.

Kita harus memilih: bauran energi yang sehat atau kematian ekonomi perlahan? “Bauran energi yang tidak sehat adalah resep untuk krisis energi dan (kemudian) malapetaka ekonomi yang berujung revolusi.”

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau