Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CO2 Terlalu Tinggi, Sulit Capai Target Pemanasan di Bawah 1,5 Derajat

Kompas.com, 23 Januari 2025, 19:40 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Studi dari Meteorological Office Inggris menemukan bahwa level karbon dioksida (CO2) di atmosfer sudah tidak kompatibel dengan target pencegahan kenaikan suhu Bumi lebih dari 1,5 derajat Celsius. 

Fakta tersebut terungkap dari hasil pengukuran Meteorological  Office yang dilakukan dari observatorium Mauna Loa, Hawaii, yang telah menjadi tempat pengukuran kadar CO2 sejak tahun 1958.

Pengukuran mengungkap, konsentrasi gas rumah kaca meningkat pada level tercepatnya pada 2024. Kenaikan itu mencapai 3,58 bagian per juta (ppm). Pengukuran dengan bantuan satelit juga menunjukkan kenaikan besar di seluruh dunia.

Mengutip Phys, Kamis (23/1/2025), Met Office menyatakan, peningkatan disebabkan oleh emisi dari pembakaran bahan bakar fosil, penurunan kemampuan hutan tropis menyerap karbon, serta kebakaran hutan.

Penurunan kemampuan hutan menyerap karbon dan kebakaran hutan diantaranya didorong oleh kondisi panas yang terkait dengan pola cuaca El Niño di Pasifik, yang mendorong naiknya suhu global dan perubahan iklim.

Baca juga: Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Prediksi 2025

Lantas bagaimana dengan tahun ini?

Met Office memperkirakan kenaikan tahun 2025 tidak akan seekstrem tahun lalu, yaitu sekitar 2,26 ppm.

Kendati demikian, kenaikan minim itu tetap terlalu cepat untuk mencegah kenaikan suhu 1,5 derajat yang telah disepaati negara-negara pada Kesepakatan Paris tahun 2015. 

IPCC juga menyebut, suhu yang melampaui batas ini akan terjadi untuk sementara waktu selama beberapa dekade sebelum akhirnya kembali di bawah ambang batas pada akhir abad ini.

Akan tetapi, itu juga memerlukan bantuan teknologi yang lebih besar dan pendekatan seperti menanam pohon.

Jika kenaikan suhu dibatasi di bawah 1,5 derajat Celsius, peningkatan karbon dioksida di atmosfer harus sudah melambat hingga 1,8 ppm per tahun dekade ini, sebelum berhenti dan mulai menurun.

Seperti yang kita ketahui, pemanasan global disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) dalam jumlah besar.

CO2 sendiri merupakan gas rumah kaca utama yang memerangkap panas di atmosfer sehingga suhu global meningkat seiring waktu. Dan itu bisa menyebabkan dampak yang buruk seperti naiknya permukaan laut, kekeringan yang lebih ekstrem, badai, banjir, dan kerusakan pada satwa liar dan sistem alam yang kritis.

Baca juga: Kebocoran CCS Berisiko Perparah Perubahan Iklim, Bagaimana Mitigasinya?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau