KOMPAS.com - Sebuah penelitian mengungkapkan, laju peningkatan suhu permukaan laut Bumi meroket 400 persen alias empat kali lipat dibandingkan dekade 1980-an.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Chris Merchant dan rekan-rekannya dari University of Reading di Inggris, sebagaimana dilansir Science Alert, Rabu (29/1/2025).
Merchant dan peneliti lainnya memanfaatkan data satelit sejak 1985 untuk mengukur dan menghitung perubahan laju pemanasan permukaan laut.
Baca juga: Siklon Tropis Taliah Berpotensi Picu Gelombang Laut di Sejumlah Perairan, Ini Daftarnya
Berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, laju peningkatan suhu permukaan laut meningkat sangat drastis hanya dalam kurun waktu hampir 40 tahun alias empat dekade.
Pada 1980-an, laju peningkatan suhu permukaan laut adalah 0,06 derajat celsius per tahun.
40 tahun kemudian, pada dekade 2020-an, laju peningkatan suhu permukaan laut mencapai 0,26 derajat celsius per tahun.
Para peneliti mengungkapkan, situasi tersebut berarti permukaan laut mengalami peningkatan suhu yang semakin cepat dari tahun ke tahun.
Fenomena El Nino memang menjadi salah satu penyebab tingginya suhu permukaan laut pada 2023.
Baca juga: Tanpa Inovasi Pembiayaan, Mustahil Bangun Tanggul Laut 700 Km
Akan tetapi, para peneliti menyebutkan, faktor terbesar dari meningkatnya suhu permukaan laut dalam jangka panjang adalah peningkatan suhu Bumi akibat pemanasan global.
Kenaikan suhu Bumi membuat lautan menyerap panas jauh lebih tinggi daripada yang dapat diantisipasi dalam 10 tahun terakhir.
Merchant menganalogikan lautan seperti bak air. Pada 1980-an, ada air panas yang mengalir perlahan ke bak air tersebut sehingga hanya cukup memanaskan air di dalam bak sepersekian derajat saja.
"Namun sekarang keran air panas mengalir jauh lebih cepat, dan pemanasan telah meningkat pesat," kata Merchant.
Para peneliti memperingatkan, jika tren ini terus berlanjut, dalam 20 tahun mendatang Bumi akan melampaui kenaikan suhu permukaan laut yang telah terjadi dalam 40 tahun terakhir.
Baca juga: Studi: Permukaan Laut Global Naik Hingga 1,9 M pada 2100
"Hal ini membuat pertanyaan penting tentang apa yang menyebabkan tren ketidakseimbangan energi Bumi belum terjawab," tulis para peneliti.
Mereka mendesak agar para pembuat kebijakan dan laju pemanasan global selama beberapa dekade terakhir adalah peristiwa yang harusnya menjadi peringatan besar.
Oleh karenanya, mereka mendesak urgensi pengurangan pembakaran bahan bakar fosil secara segera untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, suhu lautan pada 2024 memecahkan rekor tertinggi.
Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Advances in Atmospheric Sciences, dari tahun 2023 hingga 2024, peningkatan panas lautan global di kedalaman lebih dari 2000 meter adalah 1021 Joule.
Baca juga: Pemerintah Tegaskan Bangun Tanggul Laut 700 Km, dari Banten sampai Jawa Timur
Jumlah itu setara dengan 140 kali lipat panas yang dihasilkan total pembangkit listrik dunia pada tahun 2023.
Lautan merupakan bagian penting dari iklim Bumi karena sebagian besar kelebihan panas dari pemanasan global tersimpan di lautan yakni 90 persen. Selain itu, lautan menutupi 70 persen permukaan Bumi.
Oleh karena itu, lautan menentukan pola cuaca planet dengan mentransfer panas dan kelembapan ke atmosfer.
Lautan juga mengendalikan seberapa cepat perubahan iklim terjadi.
"Untuk mengetahui apa yang terjadi pada iklim, jawabannya ada di lautan," kata Profesor John Abraham dari Universitas St Thomas, Minnesota, AS, salah satu penulis penelitian tersebut.
Baca juga: Pagar Laut: Akuisi Perairan yang Rugikan Nelayan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya