JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta untuk segera membuat kebijakan yang tegas terkait pengelolaan sampah plastik.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, menilai regulasi penting agar sistem pengelolaan sampah lebih efektif dan efisien.
"Hal ini perlu dilakukan karena baru setengah dari penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap sistem pengelolaan sampah," ungkap Reza saat dihubungi, Jumat (14/2/2025).
Baca juga: 350 Ribu Ton Sampah Plastik Masuk ke Laut Indonesia pada 2024
Dia berpendapat, perlu adanya sistem insentif serta disinsentif untuk pengelolaan sampah tanpa menyebabkam kerugian pada sektor terkait. Industri dalam negeri pun harus didorong untuk beralih ke bahan yang lebih ramah lingkungan.
"Dalam hal ini pemerintah juga dapat memberikan insentif bagi perusahaan yang mengembangkan alternatif plastik berbasis alam dan bahan terbarukan," jelas Reza.
"Pemerintah perlu juga berperan aktif dalam forum internasional untuk mengurangi pencemaran di laut akibat sampah plastik," imbuh dia.
Selain itu, ia menyampaikan pentingnya infrastruktur yang memadai untuk mendaur ulang sampah plastik.
"Yang akhirnya membuat sistem daur ulang yang lebih efisien agar sampah plastik tidak berakhir laut," tutur Reza.
Penelitian mengungkapkan, ada 350.000 ton sampah plastik masuk ke laut Indonesia selama 2024. Sedangkan secara global, total sampah plastik yang dibuang ke lautan sekitar 8 juta ton.
Reza menyebut, jumlah sampah plastik di tahun tersebut turun hingga 41 persen dibandingan 2018.
"Namun, jumlah sampah ini tetap sangat banyak. Berdasarkan estimasi dari riset secara global walau pun jumlah sampah plastik yang masuk ke lautan Indonesia, (Indonesia) tetap masih masuk ke dalam 10 besar penghasil sampah plastik ke lautan dunia," ujar Reza.
Dampak sampah plastik ke ekosistem di laut pun tak main-main, termasuk kematian hewan akibat terjerat atau makan sampah plastik. Selain itu, merusak ekosistem terumbu karang dan mangrove.
Baca juga: Sampah di Bali Kian Mengkhawatirkan, Ini Penyebabnya
"Sampah plastik ini cukup banyak mengandung bahan aditif yang lebih beracun seperti BPA, BPS atau pthalates. Secara tidak langsung sampah plastik dapat menyebarkan bahan aditif tersebut langsung ke lingkungan," papar Reza.
Tak sampai di situ, sampah plastik pun menjadi tempat bagi bahan berbahaya beracun seperti logam berat atau pestisida maupu mikroba mikroba lainnya, serta berpotensi memengaruhi rantai makanan. Reza lantas menekankan bahwa plastik tidak hilang, melainkan ukurannya yang mengecil.
"Jadi ini berpotensi merusak kesehatan organisme laut hingga ke manusia yang mengonsumsi produk pangan laut yang tercemar akibat sampah plastik," ucap Reza.
Sementara itu, polutan yang dihasilkan dapat meningkatkan keasaman air laut sehingga memengaruhi kualitasnya. Apabila masuk ke rantai makanan, bukan tidak mungkin air yang dikonsumsi menyebabkan penyakit pada manusia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya