Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tunjukkan Kemajuan, Instrumen Pembiayaan Hijau Capai Rp 52 T pada 2024

Kompas.com, 27 Februari 2025, 06:15 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia menyebutkan ada kemajuan signifikan terkait penerapan keuangan berkelanjutan untuk atasi risiko iklim.

Hal ini terungkap dalam laporan Sustainable Finance Regulations and Central Bank Activities (Susreg) ke-4 yang mengulas aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) di sektor keuangan global dari 52 negara.

Sustainable Finance Lead WWF-Indonesia, Rizkia Sari Yudawinata, menyampaikan bahwa laporan itu menyoroti pentingnya integrasi prinsip ESG untuk mengarahkan dana lembaga keuangan ke investasi berkelanjutan.

"Jasa sektor keuangan mempunyai peran mendorong nasabahnya untuk bisa melakukan transisi. Peranannya perbankan menjadi agent of change, mereka bisa bekerja sama untuk mendorong transisi ke arah yang lebih berkelanjutan," kata Rizkia dalam acara 2025 Sustainable Finance Update di Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025).

"Lembaga jasa keuangan, terutama dalam hal ini perbankan, perlu memobilisasi pendanaan termasuk merealokasi pendanaannya untuk yang sejalan dengan target-target keberlanjutan," imbuh dia.

Pihaknya mencatat, regulasi yang lebih ketat untuk manajemen risiko iklim diperkuat dengan peningkatan penerapan prinsip kepatuhan, manajemen risiko, serta audit internal dalam sektor perbankan.

Sebagai bagian dari laporan ini, WWF juga mempublikasikan Sustainable Banking Assessment (SUSBA) 2024, yang memberikan gambaran tentang penerapan industri perbankan berkelanjutan di Asia.

Berdasarkan penilaian SUSBA, sekitar 75 persen dari 11 bank yang dievaluasi telah mencapai fase pengakuan dan lebih dari 50 persen berada pada fase implementasi.

Tujuh dari 11 bank tersebut telah melakukan analisis risiko iklim dan mengembangkan strategi pengelolaannya.

"11 bank itu telah mengembangkan green financial products, rinciannya ada yang punya link loan, supply chain finance, green mortgage, ada yang punya financing untuk renewable energy," tutur Rizkia.

Laporan Susreg mengungkap perkembangan signifikan di sisi bank sentral, salah satunya penerapan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 11 Tahun 2023 yang mengatur kebijakan insentif likuiditas makroprudensial.

Melalui kebijakan ini, Bank Indonesia memberikan insentif pengurangan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan pembiayaan untuk sektor yang berwawasan lingkungan.

Insentif tersebut mendorong perkembangan produk keuangan berkelanjutan di Indonesia antara lain green bonds (obligasi hijau), dan pinjaman berkelanjutan. Pada akhir 2024, total instrumen pembiayaan hijau mencapai Rp 52 triliun.

Direktur Iklim dan Transformasi Pasar WWF Indonesia, Irfan Bakhtiar, menyampaikan bahwa penguatan infrastruktur dan kapasitas bank dalam mengelola risiko dan peluang iklim sangat diperlukan.

Baca juga: Meski Politik Labil, 92 Persen CFO Tetap Niat Investasi Keberlanjutan 

"WWF menyambut baik pengembangan kebijakan dan panduan terkait keuangan berkelanjutan yang diluncurkan oleh para regulator keuangan seperti Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia, panduan terkait manajemen risiko iklim yang dikembangkan OJK, serta insentif likuiditas makroprudensial ekonomi hijau yang digulirkan oleh Bank Indonesia," jelas Irfan.

Enam Pilar

WWF lantas menyusun enam pilar agar perusahaan bisa menerapkan perbankan berkelanjutan. Pertama, bank harus menyesuaikan tujuan bisnisnya termasuk memperluas jejaring dengan pihak yang memahami isu keberlanjutan.

"Kedua adalah kebijakan, ketika memang sudah mempunyai strategi, sudah punya visi, misi tentu ini perlu diartikulasikan ke dalam kebijakannya sebagai salah satu indikator efektivitas kebijakannya. Sehingga mereka tahu bagaimana menavigasikan nasabah atau kliennya," jelas Rizkia.

Kemudian, bank harus memperhatikan manajemen risiko, unit bisnis hingga kerja sama lintas divisi untuk meningkatkan kapasitas. Lainnya, mengembangkan produk yang searah dengan target keberlanjutan dan melakukan manajemen risiko terkait iklim dan alam.

"Di tahap implementasi, mereka mulai mengembangkan kebijakan-kebijakannya. Selanjutnya adalah increasing impact, di mana mereka sudah mulai proaktif untuk menjangkau kliennya," papar Rizkia.

Bank perlu berkomitmen mencapai target net zero. Menurut Rizkia, untuk mencapai target global, dibutuhkan investasi sebesar 281 triliun dolar AS hingga 2030 untuk Indonesia dalam pembiayaan iklim.

"Bank-bank di Indonesia sudah mulai menyediakan produk keuangan hijau, namun masih banyak yang perlu dilakukan untuk meningkatkan dampak positifnya," ujar Rizkia.

Baca juga: Software Keberlanjutan Laku meski Politik Iklim Sedang Tak Berpihak

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau