KOMPAS.com - Permintaan bahan bakar nabati diprediksi akan melonjak paling sedikit dua kali lipat pada 2050.
Pada 2024, konsumsi bahan bakar nabati tercatat 105 metrik ton ekuivalen per tahun. Pada 2050, permintaannya bisa mencapai 305 metrik ton ekuivalen dengan berbagai kebijakan saat ini.
Prediksi tersebut dipaparkan lembaga konsultan Bain & Company dalam analisis terbarunya.
Baca juga: Bahan Bakar Nabati sebagai Pilar Swasembada Energi
Bain & Company menyebutkan, peningkatan permintaan bahan bakar nabati tersebut tak lepas dari kebutuhan energi rendah karbon, terutama untuk bahan bakar pesawat berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) dan biodiesel.
Dari peningkatan tersebut, sektor penerbangan menjadi konsumen terbesarnya sekaligus menjadi sektor yang paling cepat tumbuh.
Pada 2050, lebih dari separuh atau sekitar 50,8 persen konsumsi bahan bakar nabati dunia akan diserap oleh sektor penerbangan.
Hal tersebut tak terlepas dari ambisi sektor penerbangan untuk memangkas emisinya dan tuntutan dari dunia internasional.
Baca juga: Pemerintah Diminta Serius Kembangkan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati
Mau tak mau, sektor penerbangan perlu meningkatkan serapan SAF, di mana bahan bakar nabati mutlak diperlukan.
Setelah sektor penerbangan, kendaraan penumpang ringan dan kendaraan berat berkontribusi masing-masing 17,1 dan 17,2 persen.
Disusul sektor pelayaran atau maritim yang mengonsumsi 14,9 persen dari total permintaan bahan bakar nabati dunia.
"Bahan bakar terbarukan yang dihasilkan dari limbah dapat membantu dekarbonisasi transportasi berat, jarak jauh, dan umum," tulis analisis Bain & Company yang diterima Kompas.com, Senin (3/3/2025).
Baca juga: Studi: Beralih ke Pola Makan Nabati Bisa Bantu Atasi Perubahan Iklim
Lembaga tersebut memperkirakan, bahan bakar nabati bisa berkontribusi antara 10 sampai 15 persen dari total pemintaan bahan bakar transportasi dunia pada 2050.
Selain itu, total laba yang diperoleh oleh seluruh industri dalam rantai nilai industri bahan bkar nabati bisa berkisar antara 100 sampai 150 miliar dollar AS.
Angka tersebut setara 4 sampai 6 persen dari rata-rata pendapatan bersih pasar minyak dan gas dunia selama lima tahun terakhir.
Akan tetapi, tingginya permintaan bahan bakar nabati di masa depan diprediksi akan berhadapan dengan tantangan pasokan.
Meski saat ini pasokan melampaui permintaan, kondisi di masa depan akan berbeda jika jalur produksinya tak matang dan tidak dapat memenuhi permintaan di masa depan.
Baca juga: Pemerintah Bakal Kembangkan Bahan Bakar Nabati untuk Penerbangan
Hambatan spesifik bagi pengembangan bahan bakar nabati juga bisa membuat peningkatan investasi dan pengembangan pasar menjadi sulit.
Pasalnya, ekosistem bahan bakar nabati bersifat kompleks. Ada cukup banyak pelaku dalam rantai nilinya dan masing-masing memiliki peran penting.
Di satu sisi, investasi bahan bakar nabati memiliki profil yang berbeda-beda dan membutuhkan pola pikih modal ventura.
Proyek-proyek bahan bakar nabati juga memiliki rentang waktu yang berbeda untuk menghasilkan laba.
Baca juga: Bahan Bakar Nabati Diintegrasikan dalam Peta Jalan EBT ASEAN
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya