Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Bahan Bakar Nabati Diprediksi Melonjak Dua Kali Lipat pada 2050

Kompas.com, 5 Maret 2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Permintaan bahan bakar nabati diprediksi akan melonjak paling sedikit dua kali lipat pada 2050.

Pada 2024, konsumsi bahan bakar nabati tercatat 105 metrik ton ekuivalen per tahun. Pada 2050, permintaannya bisa mencapai 305 metrik ton ekuivalen dengan berbagai kebijakan saat ini.

Prediksi tersebut dipaparkan lembaga konsultan Bain & Company dalam analisis terbarunya.

Baca juga: Bahan Bakar Nabati sebagai Pilar Swasembada Energi

Bain & Company menyebutkan, peningkatan permintaan bahan bakar nabati tersebut tak lepas dari kebutuhan energi rendah karbon, terutama untuk bahan bakar pesawat berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) dan biodiesel.

Dari peningkatan tersebut, sektor penerbangan menjadi konsumen terbesarnya sekaligus menjadi sektor yang paling cepat tumbuh.

Pada 2050, lebih dari separuh atau sekitar 50,8 persen konsumsi bahan bakar nabati dunia akan diserap oleh sektor penerbangan.

Hal tersebut tak terlepas dari ambisi sektor penerbangan untuk memangkas emisinya dan tuntutan dari dunia internasional.

Baca juga: Pemerintah Diminta Serius Kembangkan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati

Mau tak mau, sektor penerbangan perlu meningkatkan serapan SAF, di mana bahan bakar nabati mutlak diperlukan.

Setelah sektor penerbangan, kendaraan penumpang ringan dan kendaraan berat berkontribusi masing-masing 17,1 dan 17,2 persen.

Disusul sektor pelayaran atau maritim yang mengonsumsi 14,9 persen dari total permintaan bahan bakar nabati dunia.

"Bahan bakar terbarukan yang dihasilkan dari limbah dapat membantu dekarbonisasi transportasi berat, jarak jauh, dan umum," tulis analisis Bain & Company yang diterima Kompas.com, Senin (3/3/2025).

Baca juga: Studi: Beralih ke Pola Makan Nabati Bisa Bantu Atasi Perubahan Iklim

Lembaga tersebut memperkirakan, bahan bakar nabati bisa berkontribusi antara 10 sampai 15 persen dari total pemintaan bahan bakar transportasi dunia pada 2050.

Selain itu, total laba yang diperoleh oleh seluruh industri dalam rantai nilai industri bahan bkar nabati bisa berkisar antara 100 sampai 150 miliar dollar AS.

Angka tersebut setara 4 sampai 6 persen dari rata-rata pendapatan bersih pasar minyak dan gas dunia selama lima tahun terakhir.

Tantangan pasokan

Akan tetapi, tingginya permintaan bahan bakar nabati di masa depan diprediksi akan berhadapan dengan tantangan pasokan.

Meski saat ini pasokan melampaui permintaan, kondisi di masa depan akan berbeda jika jalur produksinya tak matang dan tidak dapat memenuhi permintaan di masa depan.

Baca juga: Pemerintah Bakal Kembangkan Bahan Bakar Nabati untuk Penerbangan

Hambatan spesifik bagi pengembangan bahan bakar nabati juga bisa membuat peningkatan investasi dan pengembangan pasar menjadi sulit.

Pasalnya, ekosistem bahan bakar nabati bersifat kompleks. Ada cukup banyak pelaku dalam rantai nilinya dan masing-masing memiliki peran penting.

Di satu sisi, investasi bahan bakar nabati memiliki profil yang berbeda-beda dan membutuhkan pola pikih modal ventura. 

Proyek-proyek bahan bakar nabati juga memiliki rentang waktu yang berbeda untuk menghasilkan laba.

Baca juga: Bahan Bakar Nabati Diintegrasikan dalam Peta Jalan EBT ASEAN

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Swasta
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Pemerintah
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Swasta
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Pemerintah
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
Pemerintah
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Pemerintah
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
LSM/Figur
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
LSM/Figur
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
LSM/Figur
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau