JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan bahwa masyarakat telah terpapar mikroplastik akibat tempat pemrosesan akhir (TPA) terbuka atau open dumping.
Hal ini berdasarkan kajian World Bank, di mana 95 persen dari sampel orang Indonesia yang diteliti terbukti mengandung mikroplastik.
"Kajian dari Bank Dunia 95 persen dari penduduk Indonesia, dari yang disampel di dalam badannya telah mengandung mikroplastik tidak terkecuali kita," ujar Hanif dalam konferensi pers di kantor Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta Timur, Senin (10/3/2025).
Baca juga: Ecoton: Mikroplastik Tersebar di Area Dekat Tungku Pembakaran TPA
Sampah yang tidak dikelola, kata dia, mencemari air tanah hingga lautan. Faktor lainnya, perubahan iklim dan cuaca mengakibatkan plastik mereduksi diri menjadi mikroplastik lalu terbang dan menetap di udara.
Hanif menyebut, saat ini ada 343 TPA yang masih mengadopsi praktik open dumping.
"Setiap kali hujan, sejumlah hujan itulah yang kemudian menjadi air lindi. Yang lebih parah sebagian air lindi ini menjadi air tanah karena mengalami infiltrasi dan berada pada tataan air tanah yang biasanya dikonsumsi kita," jelas Hanif.
Selain itu, open dumping juga memicu tingginya gas metana yang menyebabkan kebakaran di TPA saat kemarau. Oleh karenanya, KLH bakal mengakhiri open dumping dimulai dengan 37 TPA terlebih dahulu.
Hanif menjelaskan, terdapat dua skema penutupan yaitu penutupan total atau permanen karena menyebabkan pencemaran lingkungan berat dan penumpukan sampah sudah memenuhi kapasitas.
Baca juga: Kontaminasi Mikroplastik dalam Tubuh Bisa Turunkan Fungsi Otak Manusia
Kedua, penutupan open dumping di mana TPA masih bisa mengelola sampah dengan sistem sanitary landfill.
"Kegiatan yang pertama penghentiannya, kemudian penyusunan zona baru sanitary landfill. Kemudian pelaksanaan rehabilitasinya, setelah itu selesai maka dilakukan penghentian biasanya waktunya nanti sekitar tiga sampai enam bulan," ucap Hanif.
Dia mengakui pengelolaan sampah baru mencapai 39 persen di tahun ini. Berdasarkan Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas), seharusnya pemerintah sudah mengurangi 100 persen sampah di 2025.
"Jakstranas ini berakhir tahun ini ya, dan dengan demikian kita belum mampu itu (mencapai target. Kita baru mencapai 39 persen," ungkap Hanif.
Pemerintah lantas menargetkan pengelolaan sampah hingga 2029.
"Sesuai dengan yang ditergetkan oleh pemerintah (pengelolaan sampah) di angka 100 persen di 2029, kami akan upayakan lebih cepat," tutur dia.
Baca juga: Masyarakat Indonesia Konsumsi Mikroplastik Paling Banyak di Dunia
Target tersebut nantinya akan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pemerintahan yang baru.
Pemerintah daerah pun diminta untuk menyusun peta jalan pengurangan, penanganan, pengawasan, hingga penertiban hukum terkait sampah yang jelas.
"Tidak usah segan-segan pada saat hukum harus ditergakkan kepada para pengelola kawasan, para produsen akan kami dukung," kata Hanif.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya