Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/03/2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kadar polusi PM2,5 di Indonesia sepanjang 2024 mengalami penurunan bila dibandingkan 2023. 

Akan tetapi, level PM2,5 di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan standar Organisasi Kesehatan Dunia adatu World Health Organization (WHO).

Temuan tersebut mengemuka dalam laporan terbaru IQAir berjudul 2024 World Air Quality Report.

Baca juga: Tekan Polusi Udara dari Kawasan Industri, Pemerintah Uji Emisi Kendaraan Besar

PM2,5 adalah partikel udara berukuran 2,5 mikrometer atau lebih kecil yang berbahaya bagi kesehatan. PM2,5 merupakan salah satu parameter penting dalam kualitas udara.

Menurut laporan tersebut, rata-rata konsentrasi PM2,5 di Indonesia selama setahun pada 2024 adalah 35,5 mikrogram per meter kubik.

Meski demikian, konsentrasi PM2,5 di Indonesia pada 2024 turun 4 persen dibandingkan tahun 2023.

Pada 2023, rata-rata konsentrasi PM2,5 di Indonesia pada 2023 adalah 37,1 mikrogram per meter kubik.

Baca juga: Polusi Udara Global Turun, tetapi di Negara Berkembang Tetap Tinggi

Di sisi lain, menurut standar WHO, ambang batas PM2,5 adalah 5 mikrogram per meter kubik dalam setahun dan 15 mikrogram per meter kubik dalam 24 jam.

Itu berarti, ambang PM2,5 Indonesia masih sekitar tujuh kali lipat lebih tinggi daripada standar WHO.

Menurut laporan 2024 World Air Quality Report, ada delapan wilayah di Indonesia dengan rata-rata polusi PM2,5 tertinggi sepanjang 2024. Berikut rinciannya:

  1. Tangerang Selatan (PM2,5: 61,1 mikrogram per meter kubik)
  2. Tangerang (PM2,5: 55,6 mikrogram per meter kubik)
  3. Cikarang (PM2,5: 52,8 mikrogram per meter kubik)
  4. Depok (PM2,5: 50,3 mikrogram per meter kubik)
  5. Bekasi (PM2,5: 42,5 mikrogram per meter kubik)
  6. Serpong (PM2,5: 42,4 mikrogram per meter kubik)
  7. Jakarta (PM2,5: 41,7 mikrogram per meter kubik)
  8. Bandung (PM2,5: 40 mikrogram per meter kubik) 

Baca juga: Indonesia Peringkat Pertama Negara Paling Berpolusi di Asia Tenggara

Penyebab

Menurut laporan IQAir, tingginya konsentrasi PM2,5 di Indonesia tak lepas dari emisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

PLTU batu bara berkontribusi terhadap dua per tiga kebutuhan listrik di Indonesia. Hal tersebut tak lepas dari cepatnya pertumbuhan permintaan listrik karena urbanisasi dan industrialisasi.

Di sisi lain, menurut  Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), kapasitas PLTU batu bara di Indonesia meningkat 15 persen antara Juli 2023 sampai 2024.

Mayoritas penambahan tersebut merupakan PLTU captive alias pembangkit yang dimiliki dan dioperasikan oleh suatu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan listriknya sendiri, bukan untuk dijual ke jaringan listrik umum.

Selain PLTU batu bara, emisi di Indonesia juga berasal dari transportasi hingga pembakaran biomassa.

Baca juga: Jakarta Kembali Masuk 10 Besar Ibu Kota Paling Berpolusi di Dunia Sepanjang 2024

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BMKG Perkirakan Hujan Lebat Disertai Petir Bakal Landa Sejumlah Wilayah
BMKG Perkirakan Hujan Lebat Disertai Petir Bakal Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Pemerintah
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Pemerintah
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Pemerintah
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
BUMN
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
LSM/Figur
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Pemerintah
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
LSM/Figur
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di 'Smelter' Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di "Smelter" Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Pemerintah
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Pemerintah
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau