KOMPAS.com - Orang-orang mungkin selama ini tidak mempertimbangkan konsekuensi lingkungan saat mengonsumsi obat pereda nyeri, antibiotik, atau obat resep.
Namun ternyata sektor farmasi pun memiliki jejak karbon yang signifikan.
Studi dari University of Leiden di Belanda menemukan emisi gas rumah kaca yang terkait dengan sektor farmasi telah tumbuh jauh lebih cepat daripada sebagian besar industri lain dan rata-rata global.
Studi yang dipublikasikan di The Lancet Planetary Health mengungkapkan emisi sektor farmasi meningkat hampir dua kali lipat dalam 24 tahun.
Baca juga: Setengah Eksekutif Energi Pesimis Capai Nol Emisi pada 2070
Mengutip Phys, Sabtu (22/3/2025) antara tahun 1995 hingga 2019, emisi dari konsumsi farmasi meningkat sebesar 77 persen.
"Jika Anda melihat semua jenis konsumsi di seluruh dunia, peningkatannya hanya 49 persen," ungkap Rosalie Hagenaars, penulis utama studi.
Dalam studinya, Hagenaars dan rekan-rekannya menggunakan kumpulan data dari OECD untuk menganalisis76 negara sekaligus menggabungkan data dari seluruh dunia.
Ini adalah pertama kalinya para peneliti mampu menganalisis tren emisi terkait farmasi pada skala tersebut menggunakan data primer.
"Sampai saat ini, sebagian besar estimasi emisi farmasi bersifat sepotong-sepotong, berfokus pada masing-masing obat, bukan pada keseluruhan sistem," kata Hagenaars.
Basis data yang diperluas oleh OECD, dengan menambahkan statistik dari Afrika dan Asia Tenggara, memungkinkan gambaran yang lebih lengkap.
Lantas apa penyebab peningkatan emisi di sektor farmasi?
Alasan utama peningkatan ini adalah konsumsi farmasi yang terus meningkat. Meskipun akses yang lebih besar terhadap obat-obatan bermanfaat, hal itu juga menyebabkan pemborosan yang signifikan.
"Dari penelitian lain, kami mengetahui bahwa pemborosan farmasi dapat berkisar antara 3 hingga 50 persen", kata Hagenaars.
Ia menyebutkan persediaan yang kedaluwarsa, resep yang berlebihan, dan ukuran kemasan yang besar sebagai kontributor utama. Di banyak negara, terdapat pilihan terbatas untuk mengembalikan obat-obatan yang tidak terpakai.
Selain limbah, produksi farmasi membutuhkan banyak energi. Dan seiring dengan globalisasi produksi, lebih dari setengah emisi terkait farmasi kini terjadi di luar negara tempat obat-obatan tersebut dikonsumsi. Tanpa pengawasan dan akuntabilitas yang lebih baik, emisi ini sebagian besar tetap tidak terlihat.
Mengurangi solusi dengan fokus pada meminimalkan limbah pun menjadi pilihan terbaik untuk mengurangi jejak gas rumah kaca sektor farmasi.
Pemerintah dapat memainkan peran penting dengan memulai program untuk mengurangi limbah atau membuat skema untuk mengumpulkan obat-obatan yang tidak terpakai.
"Tren ini tidak akan dimulai dengan sendirinya, jadi kita memerlukan intervensi pemerintah," papar Hagenaars.
Baca juga: PBB: Pengurangan Jejak Karbon Bangunan Perlu Segera Dilakukan
Negara-negara dapat belajar dari satu sama lain, karena emisi farmasi sangat bervariasi. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, jejak gas rumah kaca per orang sembilan hingga sepuluh kali lebih tinggi daripada di negara-negara berpenghasilan rendah.
Bahkan di antara negara-negara berpenghasilan tinggi, terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa praktik resep, metode produksi, dan kebijakan yang lebih baik dapat mengurangi emisi tanpa mengurangi akses ke obat-obatan.
Perusahaan pun juga perlu berbagi lebih banyak data.
Laporan dari perusahaan dapat membantu memberikan gambaran yang lebih jelas dan lebih rinci tentang dampak sektor tersebut.
Namun, hal ini mengharuskan perusahaan farmasi untuk mengungkapkan lebih banyak detail tentang emisi mereka. Hal itu tetap menjadi tantangan karena kerahasiaan paten dan pembatasan lainnya.
Baca juga: Ukur Emisi, Google Beri Data Jejak Karbon pada Pengiklan
Selain itu perusahaan juga perlu melaporkan emisi Cakupan 3.
Emisi ini disebabkan secara tidak langsung di hulu atau hilir dalam rantai produksi. Emisi Cakupan 3 mencakup lebih dari 80 persen dari total emisi di lebih dari setengah wilayah yang diteliti.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya