Kebijakan cadangan hutan untuk pangan, air dan energi seluas 20,6 juta ha perlu dikaji secara spatial dan lebih detail. Kajian dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan modelling spatial untuk melihat human modification index atau indeks tekanan manusia.
Kajian ini bisa memotret kondisi aktual kegiatan manusia yang berdampak terhadap alam dan menjadi salah satu dasar dalam menyusun skenario mitigasi.
Hasil kajian akan memberikan gambaran alternatif yang bisa dilakukan dengan menggunakan hirarki mitigasi.
Jika diterapkan skenario mitigasi, maka kawasan hutan yang dapat digunakan untuk cadangan pangan dan energi tidak lebih dari 2,3 juta ha.
Dari sisi mitigasi masuk kedalam skenario restore, sedangkan pada luasan opsi maksimal dikisaran 8,5 juta ha harus dilakukan dengan penerapan prinsip mitigasi minimize.
Dengan prinsip ini, maka tidak diperlukan pembukaan kawasan, tetapi dilakukan pemanfaatan secara lestari, misalnya agroforestry ditutupan kanopi hutan tanpa adanya penebangan.
Untuk kawasan lainnya seperti di areal penggunaan lain (APL) dan konsesi perkebunan dengan total prinsip offset dari kehilangan kawasan pertanian seluas 6 juta ha selama 10 tahun.
Sebagai pengantinya diambil dari kawasan APL yang belum dimanfaatkan secara maksimal seluas 4,1 juta ha dan kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 962.000 ha.
Skenario ini masih harus ditambahkan dengan aspek nonspatial seperti intensifikasi tanaman pangan dan perkebunan, perbaikan tata niaga pupuk, pengembangan kapasitas petani dan perbaikan infrastruktur pertanian.
Seharusnya kita sepakat bahwa ketahanan pangan dan energi merupakan program jangka panjang yang harus dimiliki oleh Indonesia. Namun, di sisi lain kebijakan yang perlu diambil harus dilakukan dengan memperhitungkan secara matang keuntungan dan kerugiannya.
Indonesia juga harus melihat kembali komitmen perubahan iklim seperti yang tertuang dalam kebijakan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 diamanatkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021.
Program ini menggunakan empat strategi utama, yaitu menghindari deforestasi; konservasi dan pengelolaan hutan lestari; perlindungan dan restorasi lahan gambut; serta peningkatan serapan karbon.
Secara spatial kebijakan ini perlu ditelaah lebih jauh. Kajian di atas merupakan indikatif yang menunjukkan bahwa program dapat dilakukan pada wilayah Kawasan Hutan dan APL tanpa perlu melakukan pembukaan lahan.
Semuanya dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan lahan sambil tetap menjaga kekayaan hutan tropis kita yang nilainya sangat tinggi dan tidak tergantikan.
*Senior Manajer Perencanaan Konservasi YKAN
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya