Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSN di Merauke Picu Invasi Sosio-Ekologis, Hutan dan Budaya Terancam

Kompas.com, 11 Oktober 2025, 18:28 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke, Papua, mencakup program cetak sawah, perkebunan tebu dan kelapa sawit, serta pembangunan industri bioetanol dan biodiesel, menuai kritik karena dinilai tidak melibatkan masyarakat adat dan berpotensi merusak lingkungan.

Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante, masyarakat setempat tidak pernah diajak berkonsultasi atau diberi informasi memadai terkait proyek-proyek tersebut. Ia menilai pemerintah tidak menerapkan prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) atau persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan.

"Mereka tahu itu setelah ratusan alat ekskavator mendatangi daerahnya. Jadi setelah gelombang ratusan alat ekskavator datang, itu kemudian disusul dengan kedatangan batalyon baru," ujar Franky dalam webinar, Kamis (9/10/2025).

Franky menjelaskan, pada Oktober 2024, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto membentuk lima batalion infanteri baru di Papua. Ia menilai batalion-batalion tersebut kini digunakan untuk mengamankan proyek PSN yang dikelola oleh korporasi.

Menurutnya, pelibatan TNI terjadi karena munculnya resistensi masyarakat akibat buruknya proses perolehan hak atas tanah. PSN di Merauke juga disebut menyasar wilayah pedalaman yang merupakan tanah adat masyarakat Malind Anim.

"Lokasi-lokasi yang menjadi proyek cetak sawah baru dan proyek perkebunan tebu adalah tanah-tanah wilayah adat yang dimiliki oleh masyarakat adat Malind Anim, yang sudah sejak lama tinggal di situ. Jadi, bisa dipastikan genocide (genosida) akan terjadi di tempat-tempat ini. Bukan hanya lewat proyek-proyek pembangunan, tapi kedatangan banyak orang ke situ dengan berbagai macam latar belakang budaya, sosial, dan ekonomi," tutur Franky.

Peneliti Senior Pusat Riset Kewilayahan BRIN, Cahyo Pamungkas, menambahkan bahwa PSN di Merauke dapat menimbulkan invasi sosio-ekologis, yaitu masuknya sistem produksi dan kekuasaan baru yang mengubah hubungan manusia dengan alam.

Baca juga: Ahli IPB Beberkan Alasan PSN di Pulau Rempang Harus Dievaluasi

Menurut Cahyo, invasi sosio-ekologis berdampak luas, mulai dari hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya risiko kebakaran hutan dan erosi tanah, hingga terganggunya fungsi ekologis seperti penyerapan karbon dan daur air.

Selain itu, perubahan ini juga berpengaruh pada sektor pertanian dan perikanan serta menurunkan nilai budaya masyarakat adat yang bergantung pada ekosistem asli.

Cahyo menjelaskan, PSN memperkenalkan tanaman non-asli seperti tebu, jagung hibrida, dan kelapa sawit. Pergeseran dari hutan alami ke perkebunan menyebabkan perubahan siklus air dan nutrien serta membuka peluang bagi munculnya spesies invasif seperti alang-alang.

Ia juga menyoroti keterkaitan antara rusaknya hutan dan hilangnya bahasa lokal masyarakat adat Malind Anim.

"Kemarin saya tinggal selama satu bulan di Merauke. Bahasa yang hampir punah atau aspek budaya, bahasa Malind Anim di Kampung Basur. Ketika hutan diubah menjadi perkebunan kelapa sawit, tebu ataupun tanaman lain, orang Malind Anim menjadi cukup sulit untuk mengambil perlengkapan-perlengkapan yang akan menjadi bagian dari upacara adat. Oleh karena itu, kehancuran ekologis, perubahan dari keanekaragaman hayati menjadi homogen akan secara tidak langsung juga menggerus tradisi budaya, identitas, termasuk bahasa," ujar Cahyo.

Baca juga: Walhi: Wacana PSN di Merauke Picu Konflik dan Tak Hormati Masyarakat Adat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau