Pelang di dekat rumah Teguh menjadi bukti perjalanan panjang ini. Papan tersebut tertulis nama dan tanggal dibangunnya instalasi biogas pertama di Desa Mundu, yakni pada 13 Februari 2014.
Baca juga: Menjaga Kemurnian Sumber Air Jadi Investasi untuk Masa Depan
Teguh mengungkapkan, pembangunan satu unit digester biogas membutuhkan biaya sekitar Rp 8-10 juta. Namun, nominal ini setimpal dengan manfaat yang dirasakan dan terbukti berkelanjutan.
“Warga tak lagi perlu membeli gas elpiji setiap bulan. Selain itu, limbah yang keluar dari digester bisa langsung digunakan sebagai pupuk cair atau padat untuk tanaman,” terangnya.
Meski manfaatnya besar, penggunaan biogas bukan tanpa tantangan. Salah satu pertanyaan yang kerap muncul dari warga yang baru mengenal biogas adalah soal keamanannya, “Apakah bisa meledak?”. Teguh tertawa kecil ketika mengingat pertanyaan itu.
“Enggak bisa. Ini beda dengan elpiji yang bertekanan tinggi. Biogas kalau berlebih, ya, akan terbuang dengan sendirinya ke udara, jadi aman,” jelasnya.
Baca juga: Kotoran Sapi Jadi Energi, Sungai Tak Lagi Tercemari
Dari segi efisiensi, biogas memang sedikit lebih lambat dalam proses memasak daripada elpiji. Namun, selisihnya tak begitu signifikan.
"Enggak sampai semenit bedanya," ujar Teguh.
Hal terpenting, imbuhnya, biogas tidak berbayar. Setiap peternak yang memiliki digester bisa memanfaatkan energi ini sepuasnya tanpa biaya tambahan.
Kini, warga Desa Mundu tidak hanya menikmati gas gratis dari ternak mereka, tetapi juga ikut serta dalam upaya pelestarian lingkungan. Sungai Pusur lebih terjaga, dan pencemaran dari limbah ternak berkurang drastis.
Baca juga: Kisah dari Daerah Resapan Air: Berkat Alpukat Martabat Terangkat
Ketika harga elpiji naik atau langka di pasaran pun, warga Mundu tak lagi panik. Mereka punya energi sendiri, hasil dari kotoran sapi yang setiap hari diproduksi oleh ternak.
"Selama ada sapi, (maka) ada gas (tersedia)," ujar Teguh sambil terkekeh.
Biogas tidak hanya membuat warga lebih hemat, tetapi juga menjaga lingkungan dan memastikan sumber daya air tetap lestari.
"Dulu orang melihat kotoran sapi itu sebagai sampah, sekarang justru sebagai berkah," kata Teguh menutup percakapan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya