Laporan itu juga menyoroti ketidaksesuaian antara klaim keberlanjutan yang digaungkan oleh salah satu produsen dengan praktik nyata di lapangan.
Meski menyatakan bahwa kemasan produknya 100 persen dapat didaur ulang, hasil audit menunjukkan bahwa ketergantungan pada kemasan plastik sekali pakai berukuran kecil masih sangat tinggi.
Alhasil, sampah plastik berukuran kecil itu terus mencemari lingkungan karena sulit untuk dikumpulkan dan didaur ulang secara efektif.
Atas dasar itu, Sungai Watch mengaku kecewa dan mempertanyakan komitmen keberlanjutan lingkungan dari perusahaan yang bersangkutan.
Untuk pemerintah, temuan dari Sungai Watch juga menjadi pengingat penting bahwa kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 kini menghadapi ujian nyata.
Oleh karena itu, penerapan yang tegas diperlukan untuk mendorong produsen tidak bertanggung jawab agar dapat mengurangi ketergantungan pada kemasan plastik berukuran kecil yang sulit diproses ulang.
Jika tidak, mereka harus bersiap menghadapi sanksi berat, mulai dari kewajiban membayar ganti rugi hingga potensi tuntutan pidana.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya