Tidak hanya di langit taman, di dekat sungai, biawak air sesekali muncul di antara bebatuan. Dulu, reptil ini sering diburu, tetapi kini keberadaannya mulai dihargai. Masyarakat setempat turut menjaga kelestarian taman dengan memastikan tidak ada perburuan liar yang terjadi di sekitar taman.
Lebih dari sekadar ruang terbuka hijau, Taman Kehati AQUA juga jadi living library. Fungsi ini tidak hanya terlihat dari katalog vegetasi dan satwa yang ada, tapi juga keberadaan Laboratorium Biotilik. Letaknya persis di tepi Sungai Pusur.
Di area tersebut, terdapat papan informasi yang menjelaskan bagaimana makroorganisme air dapat menjadi indikator kualitas sungai.
Menurut Nanda, biotilik adalah metode pemantauan kualitas air yang tidak membutuhkan alat mahal. Sebab, pelaksanaannya cukup dengan menyaring air sungai di area riparian dan mengamati makhluk kecil yang tersaring. Dari situ, bisa diketahui apakah air masih bersih atau sudah mulai tercemar.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, makroorganisme yang menjadi indikator kebersihan sungai terbagi dalam dua kelompok.
Pertama, Ephemeroptera, Plecoptera, and Trichoptera (EPT). Kelompok ini terdiri dari serangga air, seperti capung dan larva lalat air. Serangga ini hanya dapat hidup di air yang kaya oksigen dan minim pencemaran.
Kedua, non-EPT. Kelompok ini meliputi berbagai jenis siput air, cacing merah, dan larva serangga tertentu. Jika ditemukan dalam jumlah besar, bisa menjadi pertanda bahwa air mulai mengalami degradasi kualitas.
Baca juga: Ubah Sampah Jadi Berkah, Kisah Bank Sampah Semutharjo Selamatkan Sungai Pusur
Tim Kompas.com berkesempatan melakukan uji biotilik dengan menyaring air di riparian sungai. Hasilnya, ditemukan siput-siput kecil dan beberapa anakan udang.
Berdasarkan indikator biotilik, keberadaan siput air menunjukkan bahwa air masih dalam kondisi cukup baik, meskipun mungkin sudah mengalami sedikit pencemaran organik.
Nanda menjelaskan bahwa selain makroorganisme, vegetasi riparian di sepanjang sungai juga berperan dalam menjaga kualitas air. Tumbuhan ini mampu menyerap polutan dan menyaring air sebelum masuk ke aliran sungai, membantu proses self-recovery—kemampuan alami sungai untuk memperbaiki ekosistemnya sendiri.
"Sungai punya kemampuan self-recovery. Namun, jika ekosistemnya rusak, kemampuan tersebut tidak akan optimal. Vegetasi riparian di sepanjang bantaran sungai inilah yang membantu menyaring polutan sebelum air mengalir lebih jauh,” terang Nanda.
Selain dipakai untuk memantau kualitas air Sungai Pusur, laboratorium biotilik Taman Kehati AQUA Klaten juga menjadi sarana edukasi bagi pengunjung, terutama pelajar dan mahasiswa yang ingin memahami lebih dalam tentang ekologi perairan.
Sungai Pusur yang melintasi Taman Kehati tidak hanya menjadi pusat penelitian ekologi, tetapi juga berkembang sebagai lokasi ekowisata, seperti river tubing.
Sejak beberapa tahun terakhir, kata Nanda, wisata river tubing mulai dikelola secara profesional di sungai ini. Wisatawan bisa menyusuri aliran sungai dengan ban besar, menikmati arus yang cukup menantang dengan pemandangan vegetasi riparian yang masih asri.
Baca juga: Menjaga Kemurnian Sumber Air Jadi Investasi untuk Masa Depan
“Dulu, Sungai Pusur dipenuhi sampah. Namun, sejak river tubing mulai berjalan, masyarakat jadi lebih peduli terhadap kebersihan sungai,” ucapnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya