Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Kompas.com, 31 Maret 2025, 21:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Kemampuan hutan dalam menyimpan karbon semakin terancam oleh perubahan iklim dan kegiatan manusia seperti penggundulan hutan.

Di masa lalu, hutan yang masih terjaga mampu menyerap 7,8 miliar ton metrik CO2 setiap tahunnya atau setara dengan sekitar seperlima dari total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh manusia.

Penelitian yang dilakukan oleh Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) kemudian mengungkapkan, jika kemampuan hutan dalam menyerap CO2 tidak diperhitungkan, maka upaya untuk mencapai target-target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris akan menjadi sangat sulit, bahkan mungkin tidak akan tercapai serta membutuhkan biaya yang jauh lebih besar.

"Menunda tindakan pengurangan emisi dan perlindungan hutan akan menyebabkan biaya yang jauh lebih tinggi," jelas Michael Windisch, penulis utama studi, seperti dikutip dari Phys, Senin (31/3/2025).

Baca juga: Hutan Lestari, Solusi Alami Turunkan Suhu Bumi

Windisch juga khawatir karena strategi iklim saat ini terlalu mengandalkan hutan, padahal wilayah tersebut berisiko tinggi akibat kebakaran hutan dan deforestasi.

Misalnya, kebakaran hutan yang terjadi di California dan penggundulan hutan yang terus berlangsung di Amazon.

Artinya, menunda upaya pengurangan emisi dan perlindungan serta pemantauan hutan akan mengancam pencapaian target iklim. Perlu tindakan segera untuk menjaga karbon yang tersimpan di hutan.

"Jika kita tidak bertindak untuk melindungi karbon yang tersimpan di hutan, maka upaya untuk menutupi potensi kehilangan karbon tersebut dengan melakukan pengurangan emisi di sektor-sektor penyumbang emisi utama seperti energi, industri, dan transportasi akan menjadi semakin mahal dan bahkan mungkin tidak mungkin dilakukan," terang Windisch.

Dalam riset ini, peneliti menggunakan teknologi REMIND-MAgPIE, sistem pemodelan terintegrasi untuk penggunaan lahan dan air global serta ekonomi-energi, dan model vegetasi global LPJmL.

Tujuannya adalah untuk menilai bagaimana gangguan alam dan aktivitas manusia yang memengaruhi hutan dapat berdampak pada kemungkinan tercapainya target-target mitigasi iklim.

Tim peneliti lantas membandingkan kebijakan yang proaktif dan berjangka panjang dengan kebijakan yang terlambat dan kurang bijaksana.

Hasil penelitian menunjukkan penundaan mengurangi emisi dan melindungi hutan sangat besar, terlepas dari seberapa besar gangguan yang terjadi pada hutan.

Bahkan penundaan selama lima tahun dalam merespons hilangnya karbon hutan akan mengakibatkan peningkatan dua kali lipat dalam tingkat kesulitan dan biaya yang diperlukan untuk mengimbangi kehilangan karbon tersebut.

Sebagai contoh, pengurangan emisi di sektor energi harus dilakukan secara besar-besaran, yang disertai dengan hampir dua kali lipat kapasitas penyerapan emisi negatif yang memerlukan perluasan penggunaan lahan.

Pada akhirnya, upaya tambahan ini akan meningkatkan biaya secara keseluruhan dan menyebabkan penurunan PDB yang kira-kira dua kali lipat dibandingkan dengan tindakan yang diambil segera.

Baca juga: Konservasi Vs Rencana Konversi 20 Juta Hektare Hutan

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemodelan saat ini mungkin terlalu optimis dalam memperkirakan kemampuan hutan menyimpan karbon di masa depan.

Hal ini disebabkan karena model-model tersebut cenderung mengabaikan gangguan-gangguan yang terjadi pada hutan, terlalu melebih-lebihkan efek pemupukan CO2, dan meremehkan tingkat deforestasi.

Untuk mengurangi dampak perubahan iklim, melindungi cadangan karbon, dan menghindari peningkatan biaya yang tak terkendali, para ilmuwan merekomendasikan tindakan yang harus segera diambil.

"Hutan bukanlah sumber daya yang tak terbatas, tetapi perlu pemantauan yang cermat untuk mendeteksi pengurangan serapan karbon sejak dini," jelas Florian Humpenöder, ilmuwan PIK dan penulis studi.

Ia juga menekankan perlunya konservasi hutan yang lebih kuat, dan dekarbonisasi yang lebih cepat.

"Selain melindungi hutan, penting untuk mempromosikan praktik penggunaan lahan yang berkelanjutan. Tidak hanya untuk melestarikan keanekaragaman hayati tetapi juga untuk menghindari konsekuensi ekonomi yang drastis dan untuk mengamankan masa depan iklim kita," tambah Florian Humpenöder.

Studi diterbitkan di Nature Communications.

Baca juga: Kemenhut: Deforestasi Indonesia Meningkat pada 2024

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau