Kisah Yulianti adalah satu dari sekian bukti bahwa industri pertambangan kini mulai membuka ruang lebih luas komunitas lokal, termasuk kaum perempuan.
PT Vale Indonesia—perusahaan tambang nikel yang telah beroperasi di Indonesia selama lebih dari setengah abad—memandang penting peran perempuan dalam inovasi dan transformasi sektor ini menuju arah yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Baca juga: Vale Indonesia Klaim Telah Rehabilitasi 2,5 Kali Lahan Tambangnya
Memang, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan tambang global, termasuk Vale, mulai melihat bahwa pelibatan komunitas lokal bukan sekadar aksi filantropi.
Bahkan, sejak 2020, Vale telah menegaskan komitmen mengenai Diversity, Equity, Inclusion, and Inclusion (DEI).
Upaya tersebut terintegrasi dalam pendekatan keberlanjutan perusahaan yang dikenal dengan prinsip Environment, Social, and Governance (ESG).
Pelibatan komunitas lokal menjadi salah satu bentuk inovasi sosial yang berdampak nyata bagi keberlangsungan bisnis.
Penelitian yang dilakukan McKinsey and Company pada 2018 juga menguatkan hal tersebut. Laporan bertajuk “Divesity Wins, How Inclusion Matters” ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan keragaman gender dalam tim manajemen cenderung memiliki kinerja keuangan yang lebih baik.
Di sektor tambang yang penuh risiko, kehadiran perempuan dalam berbagai level organisasi juga terbukti memperkuat budaya keselamatan kerja.
Vale sendiri melihat bahwa kehadiran perempuan, seperti Yulianti, tak hanya memperkaya dinamika kerja, tetapi juga membawa pendekatan yang lebih hati-hati, teliti, dan kolaboratif.
Baca juga: Menitip Asa Masa Depan Tambang Berkelanjutan Vale Indonesia di Danau Matano
Chief Executive Officer (CEO) Vale Febriany Eddy mengatakan bahwa peran perempuan cukup signifikan di perusahaan. Salah satunya sebagai sumber perspektif dalam melihat sejumlah hal. Pengambilan keputusan di Vale, misalnya, menjadi lebih baik dengan keterlibatan wanita.
“Dengan keberagaman itu, kita bisa melihat banyak perspektif yang kaya. Di dalam perbedaan itulah ada sebuah kekuatan,” lanjut perempuan pertama yang memimpin perusahaan tambang besar di Indonesia itu.
Vale, tambah dia, juga secara konsisten mendorong banyak perempuan untuk bisa bergabung dalam industri pertambangan.
“Kita memerlukan lebih banyak sumber daya manusia yang beragam dan lingkungan yang inklusif untuk membangun industri yang sangat penting bagi kehidupan manusia,” kata Febri.
Komitmen kesetaraan Vale dan tangan dingin Febri berhasil meningkatkan jumlah pekerja perempuan dari angka 8 persen pada 2021 kala awal kepemimpinannya menjadi 10 persen pada 2023. Angka ini pun bertambah menjadi 11,7 persen pada 2024.
“Kami menargetkan jumlah pekerja perempuan bisa mencapai 17 persen pada 2030,” tegas Febri.
Model yang dikembangkan PT Vale Indonesia menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan hanya soal teknologi ramah lingkungan, melainkan juga investasi sosial jangka panjang. Ketika diberdayakan, masyarakat lokal akan menjadi bagian dari solusi dan inovasi.
Menurut Febri, keterlibatan perempuan dalam industri ekstraktif bukan hanya soal representasi, melainkan juga langkah strategis menuju transformasi sosial-ekologis yang lebih adil dan inklusif.
“Praktik pertambangan yang berkelanjutan bukan soal teknologi ramah lingkungan semata. Lebih dari itu, pertambangan berkelanjutan juga tentang siapa saja yang terlibat di dalamnya,” imbuh dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya