Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB Ingin Kapal Nol Emisi, AS Hadang dengan Ancaman bagi Pendukungnya

Kompas.com, 15 Oktober 2025, 17:38 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Rencana ambisius badan perkapalan PBB untuk menekan emisi dari sektor pelayaran terancam gagal setelah Amerika Serikat mengeluarkan ancaman untuk menjatuhkan sanksi terhadap negara atau pihak mana pun yang mendukungnya.

Anggota International Maritime Organization (IMO) yang berbasis di London telah menyetujui Net Zero Framework (NZF) pada bulan April dan dijadwalkan untuk mengadopsinya secara formal.

Kerangka kerja tersebut mewajibkan kapal-kapal untuk secara bertahap mengurangi emisi karbon mereka, dimulai pada tahun 2028, dan mencapai dekarbonisasi total pada tahun 2050.

Akan tetapi, Amerika Serikat mengeluarkan ancaman sanksi dan berbagai tindakan hukuman lain terhadap negara atau pihak yang setuju dengan kerangka kerja tersebut, sehingga berisiko besar menggagalkan seluruh rencana ambisius itu.

Pernyataan bersama dari Marco Rubio (pejabat tinggi AS), Menteri Energi Chris Wright, dan Menteri Transportasi Sean Duffy menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump menolak tanpa keraguan proposal Kerangka NZF.

Baca juga: Target Bangun 1.000 Kapal, KKP Siapkan SDM dari Sekolah dan Masyarakat Pesisir

Pemerintahan AS mengancam akan mengambil berbagai langkah hukuman terhadap negara-negara pendukung NZF. Ancaman tersebut meliputi pembatasan visa, larangan masuknya kapal yang terdaftar di negara-negara tersebut ke pelabuhan AS, serta pengenaan sanksi dan denda komersial.

Melansir Phys, Selasa (14/10/2025), kerangka NZF mengharuskan setiap kapal untuk beralih menggunakan campuran bahan bakar yang menghasilkan lebih sedikit karbon. Kapal yang gagal mematuhi aturan ini akan dikenakan hukuman berupa denda atau sanksi finansial.

Mayoritas negara anggota (63 negara) telah memberikan suara setuju pada April, di antaranya adalah Uni Eropa, Brasil, Tiongkok, India, dan Jepang.

Sebanyak 16 negara memberikan suara menentang kerangka kerja tersebut, di antaranya adalah negara-negara produsen minyak besar seperti Arab Saudi, Rusia, dan Uni Emirat Arab.

Sementara itu, negara-negara Kepulauan Pasifik memilih untuk abstain karena mereka menilai bahwa proposal yang diajukan tidak cukup kuat untuk mencapai target dekarbonisasi.

Amerika Serikat sebelumnya telah mundur dari meja perundingan dan baru memberikan pernyataan mengenai proposal tersebut pada minggu lalu.

Sementara itu, Uni Eropa melalui Brussels kembali menyatakan dukungan penuh dari negara-negara anggotanya dari kerangka NZF ini.

Ancaman dari AS ini dikhawatirkan akan memengaruhi negara-negara lain yang lebih rentan terhadap pengaruh AS.

Baca juga: Emisi Kapal Turun jika Temukan Jalur Pelayaran Baru yang Efisien

Misalnya saja Filipina, yang memiliki jumlah pelaut terbesar di dunia dan sebelumnya setuju dengan NZF, akan sangat terpukul oleh sanksi pembatasan visa.

Sementara itu, negara-negara Kepulauan Karibia, yang ekonomi mereka bergantung pada pelayaran kapal pesiar AS, juga terancam sanksi perdagangan.

Sekretaris Jenderal IMO Arsenio Dominguez menolak menanggapi secara langsung pernyataan AS tersebut, dengan menyatakan bahwa ia sangat yakin dengan hasil pemungutan suara NZF.

Kerangka NZF ini bertujuan untuk membebankan pajak pada setiap kapal yang melebihi ambang batas emisi yang ditetapkan. Hasil pajak ini akan dialokasikan menjadi dana untuk memberikan insentif kepada kapal yang menggunakan bahan bakar rendah emisi dan membantu negara-negara yang paling terkena dampak perubahan iklim.

Jika sistem penetapan harga emisi di tingkat global ini berhasil diterapkan, akan menjadi sangat sulit untuk dihindari oleh pihak mana pun, termasuk Amerika Serikat.

Berdasarkan konvensi IMO, negara-negara penandatangan memiliki hak untuk menginspeksi kapal-kapal asing saat berlabuh, bahkan menahan kapal yang terbukti melanggar aturan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau