Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Kecurangan, Pemerintah Siapkan Mekanisme Pengawasan Karbon

Kompas.com, 15 Oktober 2025, 18:44 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tengah menyiapkan mekanisme pengawasan karbon, yang mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional.

Aturan ini sekaligus mengantikan Perpres Nomor 98 tahun 2021. Menurut Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, pihaknya saat ini tengah berupaya meningkatkan keunggulan dan integritas perdagangan karbon dalam negeri.

"Integritas artinya karbon ini harus benar, tidak boleh ada fraud. Mudah-mudahan tidak dalam waktu yang terlalu lama, kami dengan Jaksa Agung bisa merumuskan langkah-langkah operasional yang memang diperlukan untuk menjaga penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon dalam sisi voluntary maupun complience," kata Hanif ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025).

Baca juga: Oil Change International: Jepang Lakukan Kolonialisme Karbon di Asia Tenggara lewat Teknologi Gagal

Dia menyatakan, NEK tak bisa dijalankan dengan main-main. Penurunan integritas akan berdampak langsung terhadap kepercayaan publik dan investor terhadap kredibilitas karbon Indonesia.

Oleh sebab itu, KLH bersama Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menyusun mekanisme safeguard guna memastikan setiap sertifikat perdagangan karbon yang diterbitkan terbukti menurunkan emisi gas rumah kaca.

"Kita wajib hati-hati, sekali kita kemudian ketahuan curang maka nilai ekonomi karbon itu tidak ada harganya," tutur dia.

Hanif menyatakan, adanya instrumen pengawasan diperlukan sebab pemerintah sudah menandatangani Persetujuan Saling Pengakuan atau Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan badan standar karbon global Verra, Global Carbon Council, Plan Vivo, dan Gold Standard, dan memiliki Letter of Intent dengan Puro Earth.

Dalam kesempatan itu, dia mengungkapkan Perpres 110 Tahun 2025 membawa perubahan signifikan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pendanaan. Setidaknya dibutuhkan Rp 700 triliun untuk mencapai target penurunan emisi nasional.

Baca juga: Gula-gula Pasar Karbon Dunia dan Pahitnya bagi Indonesia

"Maka voluntary carbon market juga dibuka di dalam Peraturan Presiden ini. Nanti Utusan Khusus Kepresidenan akan menjelaskan kepada kami, rencananya kami akan mengundang seluruh kementerian lembaga untuk melakukan sosialisasi perdana (Perpres baru)," ucap Hanif.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Asep Nana Mulyana, menyatakan keberhasilan penyelenggaraan NEK bergantung pada kepercayaan publik dan kepastian hukum.

"Investor, mitra internasional, maupun pelaku usaha hanya akan berpartisipasi jika mereka percaya bahwa setiap ton karbon yang dihasilkan di Indonesia benar-benar mencerminkan pengurangan emisi yang nyata dan berinteres tinggi," jelas Asep.

NEK merupakan isu yang sangat kompleks dengan modus operasi yang beragam. Kejahatan karbon acap kali berkaitan dengan tindak pidana lain seperti kehutanan, lingkungan, perpajakan, pasar modal, perlindungan konsumen, korupsi, hingga pencucian uang.

Karenanya, aparat penegak hukum dituntut memahami secara mendalam ekosistem maupun mekanisme NEK.

"Jaksa dalam sistem tindak pidana dan tata usaha negara memegang kunci untuk memastikan bahwa seluruh proses penanggakan Nilai Ekonomi Karbon berjalan sesuai dengan empat prinsip utama hukum," tutur dia.

Prinsip kepastian hukum diperlukan agar setiap kegiatan penyelenggaraan NEK, termasuk verifikasi registrasi serta transaksi kredit karbon dilaksanakan sesuai ketentuan hukum dan bebas dari penyimpangan.

Baca juga: Norwegia Cetak Sejarah, Jadi yang Pertama Kubur Emisi Karbon ke Bawah Laut

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau