KOMPAS.com — Taman Nasional Meru di Kenya menjadi surga alam liar. Hamparan sabana, hutan, dan pegunungan menyatu menjadi lanskap yang memesona.
Gajah melintas tenang di antara pepohonan, jerapah menyusuri semak belukar, dan singa berbaring santai di bawah matahari serta macan tutul berkeliaran yang tidam terlihat, tetapi selalu ada. Namun di balik keindahan itu, Meru tengah menghadapi tantangan besar.
Taman seluas 870 kilometer persegi ini punya sejarah panjang dalam dunia konservasi. Di sinilah pasangan George dan Joy Adamson membesarkan Elsa, singa betina yang kisahnya diabadikan dalam buku dan film Born Free.
Baca juga: BRIN: Perubahan Iklim Picu Peningkatan Sebaran Penyakit Menular
Namun, kejayaan itu sempat hilang. Populasi satwa liar menurun drastis akibat perburuan, pariwisata lesu, dan taman hampir hancur.
Beruntung, kini Meru telah bangkit, jumlah satwa liar meningkat dan sejarah taman tersebut dihormati, tidak dilupakan. Generasi baru konservasionis — Grace Leonard Waidaka, manajer umum Elsa's Kopje — memimpin momentum itu.
Mengutip Earth.org, Senin (26/5/2025), Grace adalah salah satu dari sedikit perempuan Kenya, yang mengelola pondok ekologi kelas dunia yang diukir di lereng bukit tempat George Adamson pernah mendirikan kemah.
Pekerjaannya merupakan bagian dari gerakan yang lebih luas untuk melindungi tempat ini agar memiliki ketahanan iklim. Agar konservasi yang digerakkan oleh masyarakat terus berjalan, dan masa depan Kenya yang terus berkembang.
Taman Nasional Meru merupakan contoh bagi konservasi global saat ini. Taman ini merupakan salah satu tempat awal di mana ide-ide seperti rehabilitasi hewan, rewilding, dan koeksistensi manusia-satwa liar diterapkan jauh sebelum diadopsi secara luas di tempat lain di dunia.
Pada pertengahan abad ke-20, tanah ini menjadi latar belakang kisah yang menarik banyak perhatian.
Setelah tiga anak singa secara tidak sengaja menjadi yatim piatu pada tahun 1956 lalu di rawat oleh George Adamson dan istrinya Joy sehingga salah satu anak singa tersebut, Elsa, menjadi singa betina pertama yang berhasil direhabilitasi dan dilepaskan ke alam liar.
Hal itu menjadi sebuah pencapaian yang akhirnya menginspirasi buku terlaris karya Joy Born Free dan adaptasi film yang mengikutinya.
Keluarga Adamson membantu mengubah pandangan global terhadap satwa liar, mereka menunjukkan bahwa hewan liar layak dilindungi. Namun, semua berubah setelah Joy dibunuh pada tahun 1980 dan George dibunuh oleh pemburu liar pada tahun 1989.
Ketidakhadiran mereka menciptakan kekosongan. Pada tahun-tahun berikutnya, sorotan beralih, dan Meru terabaikan bahkan ada diskusi tentang mengubah sebagian taman menjadi lahan pertanian.
Baca juga: Dari Piring, Melawan Perubahan Iklim
Untuk tempat yang pernah menjadi ikon gerakan konservasi, itu adalah perubahan yang menyakitkan.
Bencana ini berhasil diatasi ketika Elsa's Kopje dibuka pada tahun 1999. Pondok yang dipahat di tonjolan granit Bukit Mughwango ini didukung oleh tokoh konservasi terkemuka termasuk Dr. Richard Leakey dan Virginia McKenna.
Fokusnya adalah membangun program konservasi jangka panjang untuk memastikan masa depan Meru tetap hidup, dan tidak akan pernah terlupakan lagi. Melalui kemitraan dengan Kenya Wildlife Service dan Born Free Foundation, Meru mulai dibangun kembali.
Pada tahun 1980-an dan 1990-an, Taman Nasional Meru menghadapi krisis perburuan liar yang parah yang secara drastis mengurangi populasi satwa liarnya.
Gajah menjadi hewan yang paling terdampak, dengan jumlah yang menurun drastis dari ribuan menjadi hanya beberapa ratus selama periode ini.
Badak benar-benar punah dari daerah tersebut, yang menyebabkan penurunan signifikan dalam pariwisata dan muncul lagi diskusi tentang kemungkinan pencabutan status taman nasional.
Upaya konservasi terpadu, termasuk pendirian tempat perlindungan badak pada tahun 2002 dan pengenalan kembali berbagai spesies ke tanah ini, merupakan contoh nyata konservasi berkontribusi terhadap pemulihan taman secara bertahap.
Saat ini, taman ini menjadi rumah bagi gajah, cheetah, zebra Grevy, jerapah reticulated, dan lebih dari 75 singa yang diyakini merupakan keturunan dari singa-singa yang awalnya dilepaskan di sini. Elsa, singa betina itu masih hidup dengan kuat.
Baca juga: Curhat Petani Gayo, Produksi Kopi Turun akibat Perubahan Iklim
Namun, mempertahankan Meru tetap seperti ini membutuhkan komitmen besar. Perubahan iklim menjadi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Wilayah ini telah mengalami peningkatan suhu dan penurunan curah hujan selama beberapa dekade terakhir yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan.
Pada tahun 2022, Kenya menghadapi salah satu yang terburuk dalam sejarah terkini, yang mengakibatkan kematian banyak spesies karena kekurangan makanan dan air.
Di Meru, curah hujan telah menurun hingga hanya sepertiga dari jumlah yang turun pada tahun 1990, dan suhu telah meningkat antara 0,5 dan 1 derajat Celcius.
Perubahan iklim ini telah menyebabkan tekanan panas dan air yang lebih besar di seluruh lanskap, yang memengaruhi satwa liar dan tumbuhan. Sebagian besar negara mengalami sungai mengering, panen gagal, dan masyarakat mengalami krisis.
Baca juga: Perubahan Iklim, Salju Akan Makin Langka pada Akhir Abad Ini
Meski begitu, upaya keras Meru untuk bangkit kembali telah membuahkan hasil. Walau mempertahankan garis pertahanan menjadi semakin sulit karena dampak iklim semakin kuat di wilayah tersebut.
Di Elsa's Kopje, tim telah mengamati hal ini secara langsung. Satwa liar semakin terkonsentrasi di sekitar sumber air. Tumbuhan, yang biasanya rimbun setelah hujan, menipis.
Di taman-taman terdekat seperti Amboseli, kondisinya menjadi sangat parah sehingga tim Elewana Collection, yang mengoperasikan Elsa's Kopje, harus memobilisasi bantuan darurat untuk masyarakat sekitar.
Grace dan timnya di lokasi tersebut bekerja sama erat dengan Born Free Foundation dan Kenya Wildlife Service, melacak pergerakan hewan, melaporkan cedera, dan membantu dengan data waktu nyata yang mendukung upaya perlindungan spesies dan ketahanan iklim.
Pemandu utama mereka, Mohammed, berbicara setiap hari dengan mitra konservasi untuk memastikan kesehatan dan stabilitas flora dan fauna taman.
Itu semua adalah bagian dari gambaran yang lebih besar: menjaga Meru tetap liar sambil beradaptasi dengan tekanan iklim yang tidak lagi berperilaku seperti dulu.
Terlebih lagi, Elewana Collection mengutamakan keberlanjutan dalam semua praktik pariwisata mereka—dari panel surya hingga pengurangan penggunaan bahan bakar, hingga kemitraan yang secara langsung menguntungkan masyarakat lokal dan pemantauan berkelanjutan terhadap jejak pariwisata di wilayah tersebut.
Masa depan Meru tidak hanya bergantung pada perlindungan satwa liar agar tangguh terhadap iklim, tetapi juga pada masyarakat setempat.
Jika keluarga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar — seperti makanan, air bersih, atau pendidikan — akan jauh lebih sulit untuk mengharapkan mereka memprioritaskan tindakan sebagai penjaga alam. Itulah sebabnya model konservasi di sini berfokus pada lahan dan manusia secara setara.
Di Oregate Primary School, mitra terdekat yang didukung oleh Land & Life Foundation, berbagai upaya difokuskan untuk membantu siswa tetap bersekolah. Beasiswa, meja, seragam, dan perlengkapan sekolah dapat terlaksana berkat sumbangan tamu dan dukungan langsung dari pihak pengelola.
Pendidikan merupakan landasan ketahanan, dan tim memperlakukannya dengan urgensi yang sama seperti perlindungan habitat, memandang upaya pendanaan ini sebagai hal yang terpenting, bukan pemberian bantuan satu kali.
Pendekatan yang sama juga diterapkan dalam pendidikan iklim. Setiap tahun, Grace dan stafnya menyelenggarakan sesi dengan masyarakat sekitar untuk membicarakan tentang bagaimana perubahan iklim memengaruhi kehidupan mereka.
Baca juga: Perubahan Iklim Ubah Laguna Pesisir Jadi Lebih Asin, Restorasi Jadi Solusi
Percakapan ini menyentuh tentang curah hujan, pertanian, penggembalaan, dan kesiapsiagaan kekeringan — topik yang dulunya terasa jauh, tetapi kini menjadi pusat kehidupan sehari-hari.
Dialog ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan menginspirasi keterlibatan kaum muda dalam konservasi dan ekowisata, membantu menginspirasi generasi berikutnya untuk membangun karier di sektor ini.
Meru berkembang pesat karena orang-orang berkolaborasi secara efektif, penjaga hutan, pemandu, pelestari lingkungan, dan masyarakat yang bersatu dalam misi bersama. Taman ini mewujudkan apa yang dapat dicapai melalui perlindungan yang digerakkan oleh kemitraan.
Warisan Meru dibangun di atas pundak para pelopor. Orang-orang seperti George dan Joy Adamson, yang menunjukkan kepada dunia bahwa hewan buruan seharusnya berada di alam liar, bukan di balik jeruji atau sebagai piala yang dipajang di dinding.
Saat ini, semangat yang sama tetap hidup melalui kerja orang-orang seperti Grace dan tim yang lebih luas yang menganggap Meru sebagai milik mereka.
Meskipun tantangan saat ini berbeda, namun semuanya memiliki makna yang sama.
Perubahan iklim secara keseluruhan tidak dapat diatasi dengan satu perbaikan yang serupa dengan apa yang telah dialami taman tersebut sepanjang masa hidupnya.
Kemudian ada pasang surut pendanaan konservasi, sementara masyarakat menghadapi tekanan ekonomi baru. Namun, Meru masih berdiri, masih terjaga, masih penuh kehidupan. Dan itu bukan kebetulan.
Taman ini adalah pengingat bahwa tidak ada warisan yang bertahan tanpa perawatan, dan bahwa tidak ada ruang liar yang bertahan tanpa orang-orang yang bersedia memperjuangkannya – bukan dengan gerakan besar, tetapi dengan tindakan yang disengaja dan dilakukan setiap hari.
“Semua ini kami lakukan untuk mewariskan nya pada generasi mendatang,” tegas Grace.
Baca juga: Ekonomi 11 Negara Asia-Pasifik Rentan Terdampak Perubahan Iklim, Mana Saja?
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Meru tidak terpaku pada waktu. Meru berevolusi, beradaptasi, dan terus maju.
Meru dibentuk oleh para pemimpin yang bersemangat, masyarakat yang berdedikasi, dan para pendidik yang berkomitmen yang merupakan pengelola sejati bagi tanah. Meru telah mendapatkan kesempatan kedua dan sekarang kesempatan ketiga. Kali ini, bergantung pada kita untuk memastikannya berarti.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya