“Kami menemukan bahwa area yang digunakan oleh hewan-hewan ini tumpang tindih secara signifikan dengan ancaman seperti penangkapan ikan, pengiriman, pemanasan suhu, dan polusi plastik,” kata Ana Sequeira, ahli ekologi kelautan di ANU dan penulis utama studi tersebut.
“Target perlindungan 30 persen dianggap membantu tetapi tidak cukup untuk melindungi semua area penting, yang berarti bahwa strategi mitigasi tambahan diperlukan untuk mengurangi tekanan di luar area yang akan dilindungi,” paparnya lagi.
Tim peneliti menegaskan bahwa memperbanyak dan memperluas area yang dilindungi secara resmi merupakan langkah fundamental yang tak bisa ditawar lagi.
Strategi ini sama pentingnya menangani dan mengurangi ancaman yang ada di luar batas-batas area perlindungan tersebut.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa, selain kawasan lindung, penerapan strategi mitigasi seperti mengganti alat tangkap, menggunakan lampu yang berbeda pada jaring, dan skema lalu lintas untuk kapal akan menjadi kunci untuk mengurangi tekanan manusia saat ini terhadap spesies ini,” jelas Sequeira.
Penelitian ini diterbitkan di jurnal Science.
Baca juga: Terbukti, Ada Kolam Limbah Tambang Nikel Raja Ampat Jebol dan Cemari Laut
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya