Sebagai gambaran, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo hanya mampu menampung 1.530 ton sampah per hari. Sementara itu, timbulan sampah di Surabaya mencapai 1.810 ton per hari. Artinya, 300 ton sampah masih belum terkelola setiap hari.
Kondisi tersebut harus segera ditangani melalui berbagai solusi alternatif, seperti bank sampah, pengolahan organik, dan inisiatif komunitas.
Dalam kegiatan tersebut, tim Kemenko Pangan, UNDP, dan Clean Rivers bersama Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) mengunjungi komunitas Gerakan Sedekah Sampah (GRADASI) di Kelurahan Balas Klumprik. Komunitas itu menjadi contoh integrasi penanganan sampah berbasis warga yang telah berjalan.
Masyarakat di RW 05, Kelurahan Balas Klumprik, mengelola sampah anorganik melalui bank sampah dan mengolah sampah organik menjadi pakan ternak. Tak hanya itu, warga juga menggagas penanaman mangrove dan urban farming.
Hal tersebut membuktikan bahwa warga RW 05 tak hanya mampu mengelola sampah, tapi juga memiliki strategi ketahanan lingkungan dan pangan secara lokal.
Keberhasilan Kelurahan Balas Klumprik membuktikan bahwa solusi atas krisis sampah plastik sungai bisa dimulai dari skala komunitas. Pemerintah dan mitra pembangunan dapat menjadikan inisiatif ini sebagai inspirasi untuk melahirkan dampak serupa di wilayah lain.
Dengan semangat gotong royong dan dukungan lintas sektor, perubahan menuju Indonesia yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan bukanlah hal yang mustahil.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya