Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laut Semakin Asam, Kita Semua Terancam

Kompas.com - 16/06/2025, 18:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Keasaman laut merupakan salah satu penanda utama kesehatan Bumi. Jika lautan menjadi terlalu asam, dampaknya bisa sangat merusak bagi ekosistem laut dan berpotensi menimbulkan bencana global.

Sebuah studi ilmiah terbaru mengindikasikan bahwa lautan di seluruh dunia kini telah mencapai ambang batas keasaman yang mengkhawatirkan.

Tim ilmuwan dari AS dan Inggris telah mempelajari secara khusus apa yang disebut sebagai "batas planet" untuk pengasaman laut.

Mereka mendefinisikan batas kritis ini sebagai penurunan 20 persen dalam tingkat saturasi aragonit rata-rata di permukaan laut.

Aragonit merupakan bahan kalsium karbonat krusial yang digunakan oleh banyak organisme laut seperti karang dan kerang untuk membangun cangkang dan kerangka mereka.

Mengutip Science Alert, Senin (16/6/2025) dengan menggabungkan analisis dari model komputer canggih dan data pengukuran langsung terbaru dari lautan, para peneliti menemukan bahwa secara global, keasaman laut telah mencapai atau bahkan melampaui batas kritis yang dapat membahayakan kesehatan Bumi.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

Baca juga: Di UNOC 2025, Indonesia Ungkap Ambisi Lindungi 30 Persen Laut pada 2045

Situasi ini lebih parah di laut dalam, di mana sekitar 60 persen perairan dalam sudah melewati batas aman tersebut.

Sementara itu, 40 persen dari perairan permukaan laut juga telah melewati batas yang sama.

Mengingat bahwa kerusakan pada ekosistem laut sudah mulai teramati pada tingkat keasaman yang ada saat ini, tim ilmuwan tersebut menyarankan bahwa batas kritis aman untuk keasaman laut seharusnya ditetapkan lebih awal, yaitu pada penurunan 10 persen dalam tingkat saturasi aragonit, bukan 20 persen.

Dan yang lebih mengkhawatirkan, mereka menemukan bahwa tingkat penurunan 10 persen ini sudah dilampaui oleh seluruh lautan di dunia sekitar tahun 2000.

"Jika melihat ke berbagai wilayah di dunia, wilayah kutub menunjukkan perubahan terbesar dalam pengasaman laut di permukaan," kata ahli kelautan biologi Helen Findlay dari Laboratorium Kelautan Plymouth (PML) di Inggris.

"Sementara itu, di perairan yang lebih dalam, perubahan terbesar keasaman sedang terjadi di daerah tepat di luar kutub dan wilayah upwelling (arus naik) di sepanjang pantai barat Amerika Utara dan dekat khatulistiwa," katanya lagi.

Meskipun pengasaman laut tidak dapat dilihat atau dirasakan secara langsung oleh manusia di daratan, dampaknya sangat besar dan menghancurkan bagi kehidupan di bawah laut.

Efek utamanya meliputi kerusakan parah pada terumbu karang, membuat air laut menjadi lingkungan yang tidak cocok bagi organisme yang membangun cangkang, serta secara langsung membunuh atau melemahkan spesies laut lainnya.

Kerusakan pada satu bagian ekosistem laut ini kemudian akan memicu efek domino yang berdampak negatif pada seluruh rantai makanan dan keseimbangan ekosistem laut secara keseluruhan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Swasta
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
BUMN
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Pemerintah
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Pemerintah
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
LSM/Figur
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
LSM/Figur
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Pemerintah
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
Pemerintah
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
LSM/Figur
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Swasta
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Pemerintah
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Pemerintah
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
LSM/Figur
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
BUMN
Kelinci Terlangka di Dunia Terekam Kamera Jebak di Hutan Sumatera
Kelinci Terlangka di Dunia Terekam Kamera Jebak di Hutan Sumatera
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau