Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan

Kompas.com, 19 Juni 2025, 14:48 WIB
Sri Noviyanti,
Aningtias Jatmika,
Aditya Mulyawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pembalakan liar yang menyebabkan deforestasi terus mengancam hutan Indonesia. Aktivitas ilegal ini bukan hanya merugikan negara secara ekonomi, melainkan juga berdampak pada degradasi ekosistem yang mengancam kelestarian keanekaragaman hayati.

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyebutkan, angka deforestasi hutan Indonesia pada 2024 lebih tinggi jika dibandingkan dua tahun lalu.

Berdasarkan catatan, deforestasi Indonesia pada 2024 mencapai 175.400 hektare. Sementara, deforestasi pada 2022 sebesar 104.032 hektare dan pada 2023 sebesar 121.100 hektare.

Menurut data Kemenhut, laju deforestasi tertinggi terjadi di Kalimantan Timur dan wilayah Sumatera. Faktor penyebabnya meliputi kebakaran hutan dan lahan, kebakaran lahan gambut, serta maraknya pembalakan liar.

Di Indonesia, tantangan utama dalam pemberantasan pembalakan liar terletak pada lemahnya pembuktian asal usul kayu di pengadilan.

Selama ini, aparat penegak hukum hanya mengandalkan dokumen legalitas, seperti Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) atau barcode kayu. Namun, dokumen tersebut kerap dipalsukan atau disalahgunakan.

Di tengah kompleksitas tersebut, teknologi forensik DNA kayu hadir sebagai terobosan untuk menelusuri asal usul kayu ilegal secara ilmiah.

Cara kerja forensik kayu

Dalam praktiknya, bagian kayu yang digunakan untuk ekstraksi DNA bisa berasal dari kulit hingga inti batang, baik pada kayu segar maupun kayu olahan, seperti plywood.

Meski proses pengolahan bisa merusak DNA, fragmen-fragmen kecilnya tetap bisa direkonstruksi. Ini mirip dengan metode forensik pada tubuh manusia yang memungkinkan potongan DNA rusak bisa disusun ulang untuk mengungkap identitas individu.

Ahli forensik kayu dari Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Iskandar Zulkarnaen Siregar menjelaskan bahwa teknologi ini membantu mengidentifikasi jenis dan asal geografis kayu berdasarkan urutan DNA-nya.

“Setiap spesies pohon memiliki sidik jari genetik yang unik. Bahkan, spesies yang sama bisa memiliki variasi genetik khas tergantung dari wilayah tumbuhnya," kata Iskandar saat berbincang secara eksklusif dengan Kompas.com, Rabu (14/5/2025).

Baca juga: Menhut Dorong Hilirisasi Berkelanjutan pada UMKM Kayu

Metode tersebut, lanjutnya, bekerja dengan mengekstraksi DNA dari sampel kayu, kemudian dicocokkan dengan basis data DNA referensi dari berbagai jenis pohon dan lokasi.

Menurut Iskandar, Indonesia punya keunggulan karena keanekaragaman geografis dan hayati yang menciptakan variasi genetik antarwilayah. Sebagai contoh, spesies meranti merah (Shorea leprosula) yang tumbuh di Kalimantan punya profil genetik berbeda dengan spesies yang tumbuh di Sumatera.

“Peta genetik dari spesies pohon seperti ini bisa dibuat untuk dijadikan basis pelacakan. Kita bisa tahu bahwa kayu ini, misalnya, berasal dari Jambi, bukan dari Papua atau daerah lainnya,” kata Iskandar.

Bagian kayu yang digunakan untuk ekstraksi DNA bisa berasal dari kulit hingga inti batang, baik pada kayu segar maupun kayu olahan, seperti plywood.WRI Indonesia Bagian kayu yang digunakan untuk ekstraksi DNA bisa berasal dari kulit hingga inti batang, baik pada kayu segar maupun kayu olahan, seperti plywood.

Adapun IPB telah membangun basis data tersebut melalui program kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta lembaga riset independen internasional, termasuk World Resources Institute (WRI) Indonesia.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau