Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korsel Genjot Kapasitas Nuklir, Diprediksi Jadi 29,8 GW pada 2035

Kompas.com, 7 Agustus 2025, 19:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir di Korea Selatan diperkirakan bakal mencapai 29,8 GW pada tahun 2035, mencatat tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 2,4 persen selama periode 2024-2035.

Hal ini berdasarkan laporan terbaru dari perusahaan data dan analitik GlobalData, South Korea Power Market Outlook to 2035.

Korea Selatan sepenuhnya mengandalkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan listriknya, karena negara ini tidak memiliki interkoneksi atau jaringan listrik yang terhubung dengan negara-negara tetangga dan tidak melakukan kegiatan impor atau ekspor listrik.

Kemampuan Korea Selatan untuk mengelola permintaan listrik dalam negeri tersebut disokong oleh infrastruktur pembangkit listrik tenaga nuklir yang besar.

Pada tahun 2022, negara ini membatalkan kebijakan untuk secara bertahap menghapus energi nuklir dan menjadikannya sebagai elemen penting dalam strategi energi mereka.

Dengan latar belakang ini, laporan GlobalData memprediksi kapasitas tenaga nuklir akan mencapai 29,8 GW pada tahun 2035.

Baca juga: Energi Nuklir Eropa Perlu Suntikan Dana Lebih dari 240 Miliar Euro

Melansir Power Engineering International, Rabu (6/8/2025), saat ini, Korea Selatan memiliki 25 reaktor aktif dan empat reaktor yang akan dibangun.

Tenaga nuklir berkontribusi memenuhi hampir sepertiga konsumsi listrik negara tersebut.

Ketergantungan Korea Selatan pada pembangkit listrik tenaga nuklir sempat menimbulkan masalah peningkatan biaya yang signifikan ketika dua dari 26 reaktor nuklirnya saat itu harus dimatikan pada November 2012. Pemadaman ini dilakukan setelah ditemukan komponen yang tidak memenuhi standar.

Dengan melonjaknya permintaan dan produksi listrik yang tidak mencukupi, negara tersebut menghadapi cadangan listrik (reserve margin) yang kurang dari 10 persen.

Selain nuklir, Korea Selatan juga tergantung pada pembangkit listrik tenaga panas (termal) untuk memenuhi kebutuhan listrik domestik sangat menonjol.

Namun, Attaurrahman Ojindaram Saibasan, seorang analis senior bidang energi di GlobalData menambahkan penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik tenaga panas tidak hanya meningkatkan emisi, tetapi juga, karena cadangan alam yang langka, mengharuskan impor batu bara dan gas yang mahal.

Baca juga: Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup

"Korea Selatan adalah salah satu konsumen energi paling signifikan dan termasuk dalam daftar penghasil gas rumah kaca (GRK) terkemuka di dunia. Saat ini, negara tersebut menghadapi tantangan ganda: memperkuat ketahanan energi sekaligus mengurangi emisi karbon," katanya.

Ambisi Korea Selatan

Sebuah target ambisius untuk meningkatkan kapasitas nuklir telah ditetapkan Korea Selatan melalui Rencana Dasar Ke-11 untuk Pasokan dan Permintaan Listrik Jangka Panjang.

Target tersebut akan dicapai dengan menaikkan pangsa pembangkit listrik tenaga nuklir menjadi 35,2 persen pada tahun 2038. Rencana ini juga mencakup pembangunan tiga reaktor nuklir baru dan satu reaktor modular kecil (SMR) pada tahun 2038, yang secara keseluruhan akan menambah kapasitas daya sekitar 4,4 GW.

Lebih lanjut, Korea Selatan bercita-cita untuk memantapkan dirinya sebagai pengekspor energi nuklir terkemuka, dengan target mengamankan kontrak pembangunan 10 reaktor nuklir di luar negeri pada tahun 2030.

"Korea Selatan bermaksud memperluas kemampuan energi nuklirnya, sehingga memperkuat peran tenaga nuklir dalam portofolio energinya," kata Saibasan.

Namun, pemakzulan Presiden Yoon Suk-yeol pada April 2025 telah menimbulkan ketidakpastian atas kebijakan nuklir Korea Selatan. Potensi pembalikan atau modifikasi kebijakan membayangi, bergantung pada hasil pemilu mendatang.

Baca juga: Transisi Energi, Sektor Perkapalan Bisa Merugi 11 M Dollar AS

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pakar Kritik Sistem Peringatan Dini di Indonesia, Sarankan yang Berbasis Dampak
Pakar Kritik Sistem Peringatan Dini di Indonesia, Sarankan yang Berbasis Dampak
LSM/Figur
Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan Dirambah untuk Kebun Sawit
Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan Dirambah untuk Kebun Sawit
Pemerintah
Menteri LH Sebut 4,9 Juta Hektar Lahan di Aceh Rusak akibat Banjir
Menteri LH Sebut 4,9 Juta Hektar Lahan di Aceh Rusak akibat Banjir
Pemerintah
Sebulan Pasca-banjir Aceh, Distribusi Logistik Dinilai Belum Merata Ditambah Inflasi
Sebulan Pasca-banjir Aceh, Distribusi Logistik Dinilai Belum Merata Ditambah Inflasi
LSM/Figur
1.050 Petugas Kebersihan Disiagakan Saat Ibadah Natal 2025 di Jakarta
1.050 Petugas Kebersihan Disiagakan Saat Ibadah Natal 2025 di Jakarta
Pemerintah
2 Nelayan Perempuan Asal Maluku dan Papua Gerakkan Ekonomi Keluarga Pesisir
2 Nelayan Perempuan Asal Maluku dan Papua Gerakkan Ekonomi Keluarga Pesisir
Pemerintah
Saat Anak Muda Diajak Kembali ke Sawah lewat Pendekatan Inovatif
Saat Anak Muda Diajak Kembali ke Sawah lewat Pendekatan Inovatif
Pemerintah
4 Orangutan Korban Perdagangan Ilegal Dipulangkan ke Indonesia dari Thailand
4 Orangutan Korban Perdagangan Ilegal Dipulangkan ke Indonesia dari Thailand
Pemerintah
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau